BAB I: ISTILAH HUKUM PIDANA

Desember 26th, 2019

Subbab I: Istilah “Hukum Pidana”

Istilah hukum pidana mengandung beberapa arti atau lebih tepat jika dikatakan, bahwa hukum pidana itu dapat dipandang dari beberapa sudut, yaitu dari sudut: a) hukum pidana dalam arti obyektif, b) hukum pidana dalam arti subyektif.

Hukum pidana dalam arti obyektif
Hukum pidana dalam arti obyektif juga disebut IUS POENALE yaitu: sejumlah peraturan yang mengandung larangan-larangan atau keharusan-keharusan di mana terhadap pelanggarannya diancam dengan hukuman. Ius poenale dapat dibagi dalam: a) hukum pidana materiil, b) hukum pidana formil.

Hukum pidana materiil:
Hukum pidana materiil berisikan peraturan-peraturan tentang:

  1. Perbuatan yang dapat diancam dengan hukuman (strafbare feiten), misalnya: a) mengambil barang milik orang lain, b) dengan sengaja merampas nyawa orang lain
  2. Siapa-siapa yang dapat dihukum, atau dengan perkataan lain: mengatur pertanggungan jawab terhadap hukum pidana
  3. Hukum apa yang dapat dijatuhkan terhadap orang yang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang atau juga disebut HUKUM PENITENTIAIR

Hukum pidana formil:
Hukum pidana formil berisikan sejumlah peraturan yang mengandung cara-cara negara mempergunakan haknya untuk melaksanakan hukuman.

Hukum pidana dalam arti “abstracto
Seorang sarjana menyebut hukum pidana materiil juga “hukum pidana in abstracto” yaitu yang terdapat di dalam KUHP dan peraturan-peraturan lainnya.

Hukum pidana dalam arti “concreto

Dan hukum pidana formil atau hukum acara pidana – mengandung peraturan-peraturan bagaimana “hukum pidana in abstracto dibawa ke dalam suatu in concreto”.

Hukum pidana dalam arti subyektif
Hukum pidana dalam arti subyektif disebut IUS PUNIENDI yaitu: sejumlah peraturan yang mengatur hak negara untuk menghukum seseorang yang melakukan perbuatan yang dilarang.

 

Hak negara untuk menghukum


Hukum pidana dalam arti subyektif disebut IUS PUNIENDI yaitu: sejumlah peraturan yang mengatur hak negara untuk menghukum seseorang yang melakukan perbuatan yang dilarang.

Hak negara untuk menghukum

  1. Hak untuk mengancam perbuatan-perbuatan dengan hukuman yang diselidiki oleh negara. Ancaman hukuman ini misalnya terdapat di dalam pasal 362 KUHP yang berbunyi: “Barangsiapa mengambil barang, yang semuanya atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk memilikinya dengan melawan hukum, dihukum karena pencurian dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya enam puluh gulden”
  2. Hak menjatuhkan hukuman (strafoplegging). Hak ini diletakkan pada alat-alat perlengkapan negara, misalnya hakim.
  3. Hak untuk melaksanakan hukuman (strafuitvoerving) yang juga diletakkan pada alat-alat perlengkapan negara, yaitu misalnya AOM (Aanklager Openbaar Ministerie) yang melaksanakan eksekusi hukuman.

 

Hubungan antara hukum pidana subyektif dan hukum pidana obyektif
Hukum pidana dalam arti subyektif, yaitu hak negara untuk menghukum, adalah berdasarkan pada hukum pidana dalam arti obyektif, yaitu bahwa hak untuk menghukum itu baru timbul setelah di dalam hukum pidana obyektif ditentukan sejumlah peraturan yang dapat diancam dengan hukuman. Jadi, jelas di sini bahwa negara tidak dapat menggunakan haknya dengan sewenang-wenang. Jadi, hukum pidana subyektif dibatasi oleh hukum pidana obyektif.

 

Hukum pidana adalah hukum publik (Publiek Recht)
Dipandang dari sifatnya, hukum pidana itu merupakan hukum publik. Apa yang dimaksudkan? Hukum pidana mengatur hubungan antara individu dengan masyarakat atau dengan negara. Kebalikan dari hukum publik adalah hukum privat – yaitu yang mengatur hubungan antara individu. Hukum pidana semata-mata dilaksanakan untuk kepentingan umum. Sifatnya sebagai hukum publik tampak seperti di dalam pasal 344 KUHP: “Barangsiapa menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan yang sungguh-sungguh dari orang itu sendiri, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun.” Misalnya: A membunuh B atas permintaan B sendiri. Walaupun ini dilakukan atas permintaan sendiri, maka A tetap dapat dihukum. Akan tetapi di dalam hukum perdata tidak demikian halnya. Misalnya: A melakukan suatu perbuatan atas permintaan B dan yang merugikan B. Di sini B tidak berhak untuk minta ganti kerugian. Dalam hukum pidana, hak untuk menuntut suatu perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan yang diancam dengan hukuman tidak tergantung pada gugatan si penderita, akan tetapi terletak pada alat-alat negara, yaitu AOM. Dengan demikian maka penuntutan itu merupakan kewajiban dari penuntut umum, bukan atas gugatan si korban. Di dalam hukum perdata sebaliknya, gugatan dilakukan sendiri oleh si penderita kepada hakim.

 

Perbedaan-perbedaan antara hukum publik dan hukum perdata
Menurut Prof. Mr. Djokosutomo terdapat perbedaan antara hukum perdata dan hukum publik.

  1. Yang mengenai “belangen theorie” (kepentingan): hukum perdata mengatur kepentingan perorangan, hukum publik mengatur kepentingan umum.
  2. Dalam kedudukan: Hukum perdata mengatur hubungan-hubungan yang kedudukannya sejajar, yaitu antara penduduk dengan tidak memperhatikan tingkat kedudukannya di dalam masyarakat, tingkat intelektualnya, dsb. Hukum publik mengatur hubungan-hubungan yang subordinair, membawahi, di mana terdapat hirarki antara negara dan penduduk.
  3. Yang mempertahankan hukum: Dalam hukum perdata, yang ingin mempertahankannya diserahkan kepada orang-orang yang berkepentingan sendiri. Misalnya dalam soal hutang-piutang, apakah kreditur menghendaki supaya debitur membayar hutangnya adalah bukan urusan negara, tetapi terserah kepada kreditur sendiri. Dalam hukum publik, hukum harus dipertahankan oleh alat negara, misalnya oleh penuntut umum dalam hubungannya dengan hukum pidana.

Pemakaian istilah “umum” (algemeen) dan “khusus” (bijzonder) sangat digemari oleh ahli-ahli negara dari negeri Belanda, dan teori ini dikemukakan oleh Mr. Hanmaker. Menurut Mr. Hanmaker, dalam hukum perdata berlaku IUS COMMUNE. Hukum perdata ini berlaku, baik untuk pemerintah maupun rakyat. Hukum publik merupakan hukum khusus, IUS SPECIALE; hukum ini memberi kekuasaan khusus kepada Pemerintah untuk melakukan suatu tindakan. Misalnya mencabut hak untuk kepentingan umum atau “enteigening ten algemeen nutte”.

 

IUS COMMUNE – IUS SPECIALE

Menilik sifatnya, hukum pidana juga merupakan:

  1. Hukum Pidana Umum – algemeen ius commune: hukum pidana ini berlaku untuk setiap orang
  2. Hukum Pidana Khusus – bijzonder ius speciale
    1. Hukum pidana militer, yang terutama dikhususkan untuk militer
    2. Hukum pidana fiskal (fiscal strafrecht) yang antara lain mengurus soal-soal dalam perpajakan

Hukum pidana “khusus” di sini dibedakan dengan hukum pidana umum, karena hukum pidana khusus ditujukan kepada golongan orang-orang tertentu.

 

Hukum Pidana Militer

Yang dimaksud dengan orang-orang tertentu (bepaalde personen) adalah misalnya militer, untuk bisa berlaku “Hukum Pidana Militer” yang mulai berlaku pada tahun 1923. Di negeri Belanda, Wetboek van Militeir Strafrecht ini menggantikan: 1) Crimineel Wetboek voor het Krijgsvolk te water van 1814, dan 2) Crimineel Wetboek voor het Krijgsvolk te lande van 1815, yang hanya “khusus delik militer” yang bagi militer ada peraturan-peraturan khusus (misalnya pencurian pada waktu menjalankan tugas), sedang untuk commune delict berlaku peraturan hukum pidana biasa sejauh tidak terdapat ketentuan-ketentuan lain.

 

Hukum Pidana Fiskal

Di sini masalah-masalah tertentu adalah bukti-bukti masalah fiskal. Untuk ini berlaku “Hukum Pidana Fiskal” yang berlaku semenjak tahun 1886 (di negeri Belanda).

 

Hubungan antara Hukum Pidana Umum dan Hukum Pidana Khusus

Hukum pidana umum tetap berlaku di samping hukum pidana khusus sebagai “aanvullond recht” (hukum pelengkap atau pengisi).

 

Pembagian lainnya:

Di samping pembagian sebagaimana diuraikan di atas, Van Hattum juga mempunyai pembagian yang lain, yaitu:

  1. Berdasarkan terkodifikasi atau tidak terkodifikasi
    1. Hukum pidana yang dikodifikasikan (gecodificeerd strafrecht): adalah hukum pidana yang dibukukan, di mana termasuk Wetboek van Strafrecht dan Wetboek van Militeir Strafrecht.
    2. Hukum pidana yang tidak dikodifikasikan (ongecodificeerd strafrecht): adalah undang-undang khusus dan peraturan-peraturan lainnya yang mengandung ketentuan hukum pidana.
  2. Berdasarkan hukum pidana umum dan hukum pidana setempat
    1. Hukum pidana umum (algemeen strafrecht): Tentang algemeen strafrecht diterangkan bahwa ini adalah hukum pidana yang dibentuk oleh dan berlaku di dalam kerajaan (Rijk). Hukum pidana ini terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Undang-undang khusus, tractaat dan di dalam peraturan-peraturan pemerintah lainnya.
    2. Hukum pidana setempat (plaatselijk strafrecht): adalah hukum pidana yang termuat di dalam verordening (peraturan) yang dikeluarkan oleh propinsi, kota praja, dsb.

(bersambung)

Tagging: ,

Most visitors also read :



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.