Setiap pabrik tentunya memerlukan bahan baku untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan barang jadi atau barang setengah jadi. Bahan baku ini dalam banyak kasus diperoleh dari suatu pemasok tertentu. Baik-buruknya bahan baku tentunya akan memengaruhi barang jadi atau barang setengah jadi yang dihasilkan pabrik tersebut. Karena kualitas bahan baku tersebut memengaruhi hasil produksi, kita perlu memastikan bahwa bahan baku yang diterima dari suatu pemasok memiliki kualitas yang baik, dengan kata lain, mengandung sesedikit mungkin cacat atau bahkan tidak memiliki cacat sama sekali. Dalam rangka memastikan bahwa bahan baku yang diterima layak untuk mengalami pemrosesan lebih lanjut, tentunya bahan baku yang tiba tersebut perlu diperiksa. Yang menjadi pertanyaannya kemudian adalah: “Apakah semua bahan baku yang tiba tersebut harus satu demi satu diperiksa/diinspeksi?”
Untuk bahan-bahan yang memang harus zero defect (tak boleh mengandung cacat sama sekali), tak ada pilihan lain kecuali 100% inspection. Artinya, semua bahan baku yang datang diperiksa, sebagaimanapun banyaknya. Ini wajib dilakukan apabila cacat pada bahan baku tersebut dapat menimbulkan suatu bahaya atau kecelakaan. Tetapi lain halnya apabila misalnya bahan baku yang datang tersebut sifatnya hanya suatu asesoris atau barang lain yang karena cacatnya tidak berdampak banyak atau tidak menimbulkan kerugian yang berarti. Untuk bahan-bahan baku sejenis ini tersedia alternatif lain selain 100% inspection, yaitu dengan cara sampling.
Bagaimana sampling ini dilakukan? Banyak cara sampling yang mungkin diterapkan. Beberapa di antaranya adalah single-sampling plan, double-sampling plan, multiple-sampling plan, sequential- sampling plan. Yang paling sederhana di antara semua adalah single-samplingplan, yang akan dibahas lebih rinci dalam tahap perkenalan ini.
Dalam single-sampling plan, kita menetapkan dua parameter, yaitu ukuran sampel (n) dan cut-off point (c). Misalkan bahan baku tiba dalam lot-lot, masing-masing lot berukuran 1000 unit barang atau bahan baku. Prosedur sampling yang diterapkan adalah misalnya single-sampling plan dengan n = 10 dan c = 3. Pelaksanaan sampling tersebut adalah sebagai berikut. Terhadap setiap lot barang yang tiba, diambil secara acak 10 buah sampel. Kemudian kita periksa satu demi satu sampel tersebut dan dari pemeriksaan tersebut kita dapat menentukan nilai d, yaitu banyaknya barang cacat dalam sampel. Apabila d > c (atau d > 3) maka lot tersebut ditolak. Namun apabila d ≤ c (atau d ≤ 3) maka lot diterima. Inilah yang dinamakan dengan lot sentencing, yaitu memberikan suatu keputusan apakah lot yang diperiksa harus ditolak atau diterima. Lot yang diterima dapat kemudian diolah lebih lanjut dalam suatu proses produksi, sedangkan lot yang ditolak dapat dikembalikan ke pemasoknya atau dikenakan suatu perlakuan tertentu lainnya.
Berikutnya akan saya ilustrasikan bagaimana mengenai ketidakpastian ‘nasib’ lot yang tiba dan mengalami pemeriksaan. Anggaplah satu lot komponen tiba untuk diperiksa. Kita tidak pernah tahu di dalam lot tersebut ada berapa persen komponen yang cacat. Anggaplah 1 lot tersebut memuat 1000 komponen dan 5% di antaranya cacat. Jadi, tanpa diketahui pemeriksa barang, 50 komponen di antara 1000 tadi cacat, sedangkan yang 950 baik. Prosedur pemeriksaan yang diterapkan misalnya single-sampling plan dengan n = 10 dan c = 3. Apakah lot tersebut akan diterima atau ditolak? Kita tidak akan tahu sebelum hasil sampling kita dapatkan. Tetapi yang pasti, terdapat ‘ketidakpastian’ mengenai ‘nasib’ lot tersebut. Untung-untungan! Tergantung hasil sampling. Apabila dalam sampel terdapat lebih dari 3 komponen cacat, lot tersebut akan ditolak. Namun apabila banyaknya komponen cacat dalam sampel tersebut tidak melebihi 3, lot tersebut akan diterima. Mana yang lebih mungkin: diterima atau ditolak? Untuk menjawab ini kita memerlukan suatu perhitungan. Peluang lot diterima (dilambangkan dengan Pa) dihitung sebagai berikut:
Jadi, peluang lot tersebut diterima adalah 99,91% dan peluang lot tersebut ditolak adalah 1 – 0,9991 = 0,09%. Kemungkinan besar lot tersebut diterima.
Catatan:
Dalam perhitungan di atas, D adalah variabel acak berupa banyaknya komponen cacat yang ditemukan dalam sampel. P[D≤3] adalah besarnya peluang terdapat tidak lebih dari 3 buah komponen cacat dalam sampel.
Pada contoh di atas, digunakan distribusi hipergeometrik untuk menghitung Pa. Karena ukuran sampel relatif sangat sedikit dengan ukuran lot, dapat juga digunakan distribusi binomial untuk menghitung yang sama, Pa.
Hasilnya sangat mendekati! Dalam kebanyakan kasus, biasanya ukuran sampel sangat sedikit apabila dibandingkan dengan ukuran lot, sehingga distribusi binomial lebih sering digunakan.
PENDAHULUAN ACCEPTANCE SAMPLING
Setiap pabrik tentunya memerlukan bahan baku untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan barang jadi atau barang setengah jadi. Bahan baku ini dalam banyak kasus diperoleh dari suatu pemasok tertentu. Baik-buruknya bahan baku tentunya akan memengaruhi barang jadi atau barang setengah jadi yang dihasilkan pabrik tersebut. Karena kualitas bahan baku tersebut memengaruhi hasil produksi, kita perlu memastikan bahwa bahan baku yang diterima dari suatu pemasok memiliki kualitas yang baik, dengan kata lain, mengandung sesedikit mungkin cacat atau bahkan tidak memiliki cacat sama sekali. Dalam rangka memastikan bahwa bahan baku yang diterima layak untuk mengalami pemrosesan lebih lanjut, tentunya bahan baku yang tiba tersebut perlu diperiksa. Yang menjadi pertanyaannya kemudian adalah: “Apakah semua bahan baku yang tiba tersebut harus satu demi satu diperiksa/diinspeksi?”
Untuk bahan-bahan yang memang harus zero defect (tak boleh mengandung cacat sama sekali), tak ada pilihan lain kecuali 100% inspection. Artinya, semua bahan baku yang datang diperiksa, sebagaimanapun banyaknya. Ini wajib dilakukan apabila cacat pada bahan baku tersebut dapat menimbulkan suatu bahaya atau kecelakaan. Tetapi lain halnya apabila misalnya bahan baku yang datang tersebut sifatnya hanya suatu asesoris atau barang lain yang karena cacatnya tidak berdampak banyak atau tidak menimbulkan kerugian yang berarti. Untuk bahan-bahan baku sejenis ini tersedia alternatif lain selain 100% inspection, yaitu dengan cara sampling.
Bagaimana sampling ini dilakukan? Banyak cara sampling yang mungkin diterapkan. Beberapa di antaranya adalah single-sampling plan, double-sampling plan, multiple-sampling plan, sequential- sampling plan. Yang paling sederhana di antara semua adalah single-sampling plan, yang akan dibahas lebih rinci dalam tahap perkenalan ini.
Dalam single-sampling plan, kita menetapkan dua parameter, yaitu ukuran sampel (n) dan cut-off point (c). Misalkan bahan baku tiba dalam lot-lot, masing-masing lot berukuran 1000 unit barang atau bahan baku. Prosedur sampling yang diterapkan adalah misalnya single-sampling plan dengan n = 10 dan c = 3. Pelaksanaan sampling tersebut adalah sebagai berikut. Terhadap setiap lot barang yang tiba, diambil secara acak 10 buah sampel. Kemudian kita periksa satu demi satu sampel tersebut dan dari pemeriksaan tersebut kita dapat menentukan nilai d, yaitu banyaknya barang cacat dalam sampel. Apabila d > c (atau d > 3) maka lot tersebut ditolak. Namun apabila d ≤ c (atau d ≤ 3) maka lot diterima. Inilah yang dinamakan dengan lot sentencing, yaitu memberikan suatu keputusan apakah lot yang diperiksa harus ditolak atau diterima. Lot yang diterima dapat kemudian diolah lebih lanjut dalam suatu proses produksi, sedangkan lot yang ditolak dapat dikembalikan ke pemasoknya atau dikenakan suatu perlakuan tertentu lainnya.
Berikutnya akan saya ilustrasikan bagaimana mengenai ketidakpastian ‘nasib’ lot yang tiba dan mengalami pemeriksaan. Anggaplah satu lot komponen tiba untuk diperiksa. Kita tidak pernah tahu di dalam lot tersebut ada berapa persen komponen yang cacat. Anggaplah 1 lot tersebut memuat 1000 komponen dan 5% di antaranya cacat. Jadi, tanpa diketahui pemeriksa barang, 50 komponen di antara 1000 tadi cacat, sedangkan yang 950 baik. Prosedur pemeriksaan yang diterapkan misalnya single-sampling plan dengan n = 10 dan c = 3. Apakah lot tersebut akan diterima atau ditolak? Kita tidak akan tahu sebelum hasil sampling kita dapatkan. Tetapi yang pasti, terdapat ‘ketidakpastian’ mengenai ‘nasib’ lot tersebut. Untung-untungan! Tergantung hasil sampling. Apabila dalam sampel terdapat lebih dari 3 komponen cacat, lot tersebut akan ditolak. Namun apabila banyaknya komponen cacat dalam sampel tersebut tidak melebihi 3, lot tersebut akan diterima. Mana yang lebih mungkin: diterima atau ditolak? Untuk menjawab ini kita memerlukan suatu perhitungan. Peluang lot diterima (dilambangkan dengan Pa) dihitung sebagai berikut:
Jadi, peluang lot tersebut diterima adalah 99,91% dan peluang lot tersebut ditolak adalah 1 – 0,9991 = 0,09%. Kemungkinan besar lot tersebut diterima.
Catatan:
Dalam perhitungan di atas, D adalah variabel acak berupa banyaknya komponen cacat yang ditemukan dalam sampel. P[D≤3] adalah besarnya peluang terdapat tidak lebih dari 3 buah komponen cacat dalam sampel.
Pada contoh di atas, digunakan distribusi hipergeometrik untuk menghitung Pa. Karena ukuran sampel relatif sangat sedikit dengan ukuran lot, dapat juga digunakan distribusi binomial untuk menghitung yang sama, Pa.
Hasilnya sangat mendekati! Dalam kebanyakan kasus, biasanya ukuran sampel sangat sedikit apabila dibandingkan dengan ukuran lot, sehingga distribusi binomial lebih sering digunakan.
Latihan Pendahuluan Acceptance Sampling
Latihan 1
Bagikan ini:
Most visitors also read :
DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR (SINGULAR VALUE DECOMPOSITION)
MAXIMUM LIKELIHOOD ESTIMATOR
JARAK STATISTIKAL
SOAL DAN PEMBAHASAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA