APA SUSAHNYA 1, 2, 3?

Juni 1st, 2016

Pernahkah Anda memperhatikan bagaimana para orang tua memperkenalkan bilangan untuk pertama kalinya kepada seorang anak kecil? Pada umumnya anak tersebut diperkenalkan dengan 1 (satu), 2 (dua), 3 (tiga), 4 (empat), 5 (lima), 6 (enam), dan seterusnya. Sangat jarang kiranya orang tua memperkenalkan dulu bilangan 0 (nol) atau bilangan-bilangan negatif kepada seorang anak berusia 4 tahun. Bilangan-bilangan 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan seterusnya tak lain merupakan bilangan asli (natural numbers).

 

Himpunan atau kumpulan semua bilangan asli dilambangkan dengan ℕ, sehingga secara matematis dapat kita nyatakan bahwa ℕ = {1, 2, 3, 4, 5, 6, …}. Tanda tiga titik ( … ) pada penulisan tersebut menunjukkan bahwa terdapat tak berhingga banyaknya bilangan asli setelah 6 (lebih besar nilainya dari 6).

 

Mari kita berkenalan dengan anggota-anggota dari ℕ. Apakah 1 (satu) itu? Satu adalah bilangan asli yang (nilainya) terkecil. Secara singkat dapat kita katakan bahwa satu adalah bilangan asli yang terkecil. Kalau begitu, apakah 2 (dua) itu? Dua adalah bilangan asli yang 1 lebihnya dari 1. [1+1=2]. Apakah 3 (tiga) itu? Tiga adalah bilangan asli yang 1 lebihnya dari 2. [2+1=3]. Apakah 4 (empat) itu? Empat adalah bilangan asli yang 1 lebihnya dari 3. [3+1=4]. Demikian seterusnya. Dengan cara ini, kita mengenal semua bilangan asli, kita mengenal semua anggota ℕ.

 

Apa keunikan dari ℕ? Ternyata ada suatu keunikan ℕ yang tidak dimiliki himpunan bilangan lainnya. Sebagai contoh saja, berapakah bilangan positif yang terkecil nilainya? Apakah 0,01? Bukan. Ada yang lebih kecil lagi, misalnya 0,001. Apakah 0,001 bilangan positif yang terkecil? Bukan. Ada yang lebih kecil lagi, misalnya 0,0001. Demikian seterusnya. Tidak ada bilangan positif yang terkecil. Tetapi lain halnya apabila kita membatasi pembicaraan pada bilangan-bilangan asli. Apabila kita menyebutkan sekumpulan bilangan asli, pasti di antara yang disebutkan tersebut ada yang nilainya terkecil. Secara lebih formal dapat dikatakan bahwa “setiap himpunan bagian tak kosong dari ℕ memiliki anggota yang nilainya terkecil.”

 

Secara lebih formal lagi, mengenai adanya anggota terkecil tersebut dituangkan dalam suatu teorema/dalil sebagai berikut: Misalkan A dan A ≠ Ø. Terdapat suatu a  A sedemikian hingga untuk setiap xA  ax.

 

Sebagai ilustrasi, perhatikan himpunan-himpunan berikut, yang semuanya merupakan himpunan bagian dari ℕ.

A = {9, 12, 15, 42, 56, 3} memiliki anggota terkecil, yaitu 3.

B = {8, 10, 12, 14, 16, 18, …} memiliki anggota terkecil, yaitu 8.

C = {1, 4, 9, 16, 25, 36, 49, …} memiliki anggota terkecil, yaitu 1.

D = {10, 100, 1000, 10000, …} memiliki anggota terkecil, yaitu 10.

 

Keunikan lain dari ℕ dapat dilihat dari hukum berikut ini: Misalkan a, b, . Jika ab = ac maka b = c. Sebagian menamakan ini sebagai hukum pencoretan (cancellation law). Sebagai ilustrasi, kita tahu bahwa 3.4 = 3.4 = 12. Karena 3.4 = 3.4, kita simpulkan 4 = 4 (3-nya kita “coret/hapus” atau kita abaikan). Apabila a bukan bilangan asli (a ∉ ℕ), belum tentu bisa disimpulkan semacam itu. Sebagai contoh, kita tahu bahwa 0.5 = 0 dan 0.7 = 0. Jadi, 0.5 = 0.7. Apakah dapat disimpulkan 5 = 7? Ini terjadi sebagai akibat kita menerapkan hukum pencoretan pada bilangan yang bukan bilangan asli (0 bukan bilangan asli!)

 

Apa pesan moral dalam tulisan kali ini? Janganlah mengabaikan hal yang tampak sepele. Sebagian orang berpendapat: “Apa susahnya 1, 2, 3?” Itu adalah bilangan-bilangan asli, sangat mudah, tidak usah dipermasalahkan. Tapi ternyata, satu dua tiga itu bisa mengecoh kita sebagaimana diuraikan pada pembahasan mengenai hukum pencoretan. “Janganlah menganggap remeh hal yang tampak sepele. Ingat, kita tersandung oleh batu yang kecil, bukan tersandung gunung.”



Most visitors also read :



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.