Tidak banyak di antara kita yang menyadari bahwa statistika sebagai suatu ilmu dapat diterapkan di bidang-bidang yang tak disangka-sangka. Istilah statistika bisnis, statistika ekonomi, statistika kedokteran, barangkali cukup sering kita dengar; namun ternyata ada yang disebut dengan statistik kriminal. Secara sepintas dapat kita duga bahwa ini adalah statistika yang digunakan dalam mempelajari kejahatan.
Tidak mungkin membicarakan statistik kriminal tanpa mengaitkan istilah ini dengan seseorang ahli statistika dan guru besar astronomi yang bernama Adolphe Quetelet (1776-1874). Ia seorang bangsa Belgia yang menggunakan data statistik kriminal di Perancis. Sebagaimana yang ditulis oleh Prof. Dr. I. S. Sutanto, S.H. dalam bukunya yang berjudul KRIMINOLOGI (2011), Quetelet untuk pertama kalinya membuktikan bahwa kejahatan, seperti halnya banyak kejadian sosial lainnya seperti perkawinan, kelahiran, kematian, dan juga kejahatan merupakan lebih dari sekedar kejadian yang bersifat perorangan, melainkan sebagai fenomena yang bersifat massal, sehingga statistik kriminal menjadi metode yang lebih baik untuk mempelajari kejahatan yang bersifat massal tersebut, yaitu dalam menemukan keteraturan, kecenderungan atau bahkan hukum-hukum sosial.
Berikut ini saya memberikan suatu contoh bagaimana statistika bisa membantu memberikan kesimpulan-kesimpulan di bidang kriminologi. Khususnya, saya dalam kesempatan ini akan membahas koefisien Cramer yang digunakan untuk mengetahui adanya hubungan/korelasi di antara dua buah variabel kategorik atau variabel nominal. Perhatikanlah contoh kasus berikut.
Pada tahun 1920-an muncul mazhab Biologi Kriminal modern di Jerman, Austria, dan Italia. Kretchmer, seorang psikiater di zaman itu membedakan tipe dasar manusia dalam 3 bentuk, yaitu: 1) tipe leptosome: bertubuh tinggi, kurus, dengan sifatnya pendiam dan dingin, tertutup, dan selalu menjaga jarak, 2) tipe piknis: bertubuh pendek, kegemuk-gemukan dengan sifatnya yang ramah dan riang, 3) tipe atletis: mempunyai bentuk tubuh dengan tulang dan otot yang kuat, dada membusung, dagu kuat, rahang menonjol. Sifatnya eksplosif dan agresif. Di samping itu ada tipe-tipe campuran. Menurut Kretchmer, tipe leptosome kebanyakan melakukan kejahatan pemalsuan, tipe piknis kebanyakan melakukan kejahatan penipuan dan pencurian, sedangkan tipe atletis melakukan kejahatan kekerasan terhadap orang dan seks. Untuk menguji apakah populasi para pelaku pidana di suatu negara konsisten dengan pendapat Kretchmer, dilakukanlah sampling terhadap para narapidana dan diperolehlah hasil sampling sebagai berikut.
Apakah keadaan populasi pelaku pidana di negara tersebut konsisten dengan temuan Kretchmer yaitu bahwa ada hubungan di antara tipe dasar dengan jenis pidana? Gunakan taraf nyata 0,1.
Contoh kasus ini berkenaan dengan uji hipotesis berikut:
H0: Tidak ada hubungan antara tipe dasar dengan jenis pidana yang dilakukan
H1: Ada hubungan antara tipe dasar dengan jenis pidana yang dilakukan
Pada kasus ini, taraf nyata yang digunakan adalah α = 0,1
Statistik uji yang digunakan adalah:
dengan
Daerah kritis: χ2 > 7,779
Untuk menghitung statistik X2, kita tuliskan terlebih dahulu kesembilan hasil pengamatan tersebut sebagai berikut: n11 = 73, n12 = 35, n13 = 12, n21 = 30, n22 = 65, n23 = 40, n31 = 10, n32 = 42, dan n33 = 93. Dari hasil pengamatan tersebut, kita dapat menghitung jumlah masing-masing kolom (Ki) dan jumlah masing-masing baris (Bj). K1 = 113, K2 = 142, K3 = 145, B1 = 120, B2 = 135, dan B3 = 145. Total banyaknya sampel adalah N = 400.
Selanjutnya, kita hitung Eij untuk setiap i, j ∊ {1, 2, 3} dengan rumus , diperoleh E11 = 33,900, E12 = 42,600, E13 = 43,500, E21 = 38,138, E22 = 47,925, E23 = 48,938, E31 = 40,963, E32 = 51,475, dan E33 = 52,563. Selanjutnya, diperolehlah statistik uji X2 = 134,973 > 7,779. Nilai statistik uji ternyata jatuh di daerah kritis sehingga H0 ditolak. Jadi, terdapat hubungan yang signifikan antara tipe dasar dengan jenis pidana yang dilakukan. Keadaan populasi pelaku pidana di negara tersebut konsisten dengan temuan Kretchmer.
Demikian sudah saya berikan suatu contoh kasus yang merupakan penerapan statistika dalam kriminologi. Hal-hal yang terkait dengan tulisan ini dapat dilihat pada tautan-tautan berikut.
STATISTIK KRIMINAL
Tidak banyak di antara kita yang menyadari bahwa statistika sebagai suatu ilmu dapat diterapkan di bidang-bidang yang tak disangka-sangka. Istilah statistika bisnis, statistika ekonomi, statistika kedokteran, barangkali cukup sering kita dengar; namun ternyata ada yang disebut dengan statistik kriminal. Secara sepintas dapat kita duga bahwa ini adalah statistika yang digunakan dalam mempelajari kejahatan.
Tidak mungkin membicarakan statistik kriminal tanpa mengaitkan istilah ini dengan seseorang ahli statistika dan guru besar astronomi yang bernama Adolphe Quetelet (1776-1874). Ia seorang bangsa Belgia yang menggunakan data statistik kriminal di Perancis. Sebagaimana yang ditulis oleh Prof. Dr. I. S. Sutanto, S.H. dalam bukunya yang berjudul KRIMINOLOGI (2011), Quetelet untuk pertama kalinya membuktikan bahwa kejahatan, seperti halnya banyak kejadian sosial lainnya seperti perkawinan, kelahiran, kematian, dan juga kejahatan merupakan lebih dari sekedar kejadian yang bersifat perorangan, melainkan sebagai fenomena yang bersifat massal, sehingga statistik kriminal menjadi metode yang lebih baik untuk mempelajari kejahatan yang bersifat massal tersebut, yaitu dalam menemukan keteraturan, kecenderungan atau bahkan hukum-hukum sosial.
Berikut ini saya memberikan suatu contoh bagaimana statistika bisa membantu memberikan kesimpulan-kesimpulan di bidang kriminologi. Khususnya, saya dalam kesempatan ini akan membahas koefisien Cramer yang digunakan untuk mengetahui adanya hubungan/korelasi di antara dua buah variabel kategorik atau variabel nominal. Perhatikanlah contoh kasus berikut.
Pada tahun 1920-an muncul mazhab Biologi Kriminal modern di Jerman, Austria, dan Italia. Kretchmer, seorang psikiater di zaman itu membedakan tipe dasar manusia dalam 3 bentuk, yaitu: 1) tipe leptosome: bertubuh tinggi, kurus, dengan sifatnya pendiam dan dingin, tertutup, dan selalu menjaga jarak, 2) tipe piknis: bertubuh pendek, kegemuk-gemukan dengan sifatnya yang ramah dan riang, 3) tipe atletis: mempunyai bentuk tubuh dengan tulang dan otot yang kuat, dada membusung, dagu kuat, rahang menonjol. Sifatnya eksplosif dan agresif. Di samping itu ada tipe-tipe campuran. Menurut Kretchmer, tipe leptosome kebanyakan melakukan kejahatan pemalsuan, tipe piknis kebanyakan melakukan kejahatan penipuan dan pencurian, sedangkan tipe atletis melakukan kejahatan kekerasan terhadap orang dan seks. Untuk menguji apakah populasi para pelaku pidana di suatu negara konsisten dengan pendapat Kretchmer, dilakukanlah sampling terhadap para narapidana dan diperolehlah hasil sampling sebagai berikut.
Apakah keadaan populasi pelaku pidana di negara tersebut konsisten dengan temuan Kretchmer yaitu bahwa ada hubungan di antara tipe dasar dengan jenis pidana? Gunakan taraf nyata 0,1.
Contoh kasus ini berkenaan dengan uji hipotesis berikut:
H0: Tidak ada hubungan antara tipe dasar dengan jenis pidana yang dilakukan
H1: Ada hubungan antara tipe dasar dengan jenis pidana yang dilakukan
Pada kasus ini, taraf nyata yang digunakan adalah α = 0,1
Statistik uji yang digunakan adalah:
dengan
Daerah kritis: χ2 > 7,779
Untuk menghitung statistik X2, kita tuliskan terlebih dahulu kesembilan hasil pengamatan tersebut sebagai berikut: n11 = 73, n12 = 35, n13 = 12, n21 = 30, n22 = 65, n23 = 40, n31 = 10, n32 = 42, dan n33 = 93. Dari hasil pengamatan tersebut, kita dapat menghitung jumlah masing-masing kolom (Ki) dan jumlah masing-masing baris (Bj). K1 = 113, K2 = 142, K3 = 145, B1 = 120, B2 = 135, dan B3 = 145. Total banyaknya sampel adalah N = 400.
Selanjutnya, kita hitung Eij untuk setiap i, j ∊ {1, 2, 3} dengan rumus , diperoleh E11 = 33,900, E12 = 42,600, E13 = 43,500, E21 = 38,138, E22 = 47,925, E23 = 48,938, E31 = 40,963, E32 = 51,475, dan E33 = 52,563. Selanjutnya, diperolehlah statistik uji X2 = 134,973 > 7,779. Nilai statistik uji ternyata jatuh di daerah kritis sehingga H0 ditolak. Jadi, terdapat hubungan yang signifikan antara tipe dasar dengan jenis pidana yang dilakukan. Keadaan populasi pelaku pidana di negara tersebut konsisten dengan temuan Kretchmer.
Demikian sudah saya berikan suatu contoh kasus yang merupakan penerapan statistika dalam kriminologi. Hal-hal yang terkait dengan tulisan ini dapat dilihat pada tautan-tautan berikut.
Penggunaan lain uji chi-square dapat dipelajari di tautan berikut: (klik di sini)
Penggunaan uji chi-square untuk memeriksa apakah populasi berdistribusi normal: (klik di sini)
Referensi:
Bagikan ini:
Most visitors also read :
DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR (SINGULAR VALUE DECOMPOSITION)
MAXIMUM LIKELIHOOD ESTIMATOR
JARAK STATISTIKAL
SOAL DAN PEMBAHASAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA