Pernahkah Anda mendengar seseorang berujar, “Ah … itu Cuma teori!” atau “Ah kamu kebanyakan teori!”. Apakah sebenarnya teori itu? Apakah manfaat kita mengetahui teori? Apakah peranan teori dalam penelitian, khususnya dalam penelitian kuantitatif?
Apakah teori itu?
Ada baiknya kita memahami terlebih dahulu apakah yang dimaksud dengan teori. Tentunya ada banyak definisi “teori”. Para pakar mendefinisikan “teori” dengan aneka ragam cara. Kamus Oxford Advanced Learner’s Dictionary memberikan pengertian sebagai berikut: “Teori adalah seperangkat gagasan formal yang dimaksudkan untuk menjelaskan mengapa sesuatu terjadi atau ada.” Menurut Judee Burgoon, seseorang yang berkontribusi banyak dalam ilmu komunikasi, teori tak lebih dari seperangkat firasat yang diinformasikan secara sistematis mengenai bagaimana suatu hal berlangsung (Griffin, 2009). Selanjutnya, teori adalah seperangkat konsep atau konstruk, definisi, dan proposisi yang mengedepankan pandangan sistematis pada beberapa gejala dengan menguraikan hubungan antarvariabel untuk menjelaskan dan memperkirakan suatu gejala (Kerlinger, 1974). Definisi lain mengatakan bahwa teori adalah rangkaian konsep, penjelasan, dan prinsip yang terorganisir dari beberapa aspek pengalaman manusia (Littlejohn, 2008).
Bagaimana fungsi teori dalam penelitian kuantitatif?
Teori mempunyai peran yang sangat penting dalam penelitian kuantitatif. Teori mempunyai peran dalam menemukan masalah penelitian, menyusun hipotesis, menemukan konsep-konsep, menemukan metodologi, dan menemukan alat analisis data.
Dalam menemukan masalahpenelitian, teori yang diketahui oleh seorang peneliti dapat memunculkan suatu pertanyaan, terutama apabila teori yang diketahuinya tampak bertentangan dengan suatu fenomena yang diamati peneliti. Dapat pula pertanyaan muncul ketika peneliti menangkap suatu teori tampak bertentangan dengan teori lainnya. Bahkan Bungin (2005) mengatakan apabila seorang peneliti ingin mengembangkan ilmu pengetahuan atau mengkritisi konsep kebijakan maupun perundang-undangan tertentu, seyogianya ia menemukan motif penelitian dari kejanggalan-kejanggalan teoretis, dan dalam hal ini masalah yang muncul merupakan masalah teoretis (theoretical problem).
Dalam menyusun hipotesis, teori-teori yang ada digunakan sebagai dasar pijakan untuk menghasilkan jawaban sementara atau kemungkinan jawaban terhadap pertanyaan penelitian. Langkah penyusunan hipotesis dalam metode kuantitatif dilakukan setelah penyusunan kerangka pemikiran dan premis-premis. Dalam rangka menjawab masalah penelitian, peneliti kuantitatif mencari teori-teori yang sudah ada yang relevan dengan masalah penelitian. Pencarian teori-teori itu misalnya dilakukan melalui studi kepustakaan (studi literatur). Dari teori-teori tersebut peneliti kemudian menyusun esei argumentasi, yang menampilkan sikap dan pandangan peneliti yang kritis dan analitis dalam mengkaji masalah yang bersangkutan (Atmadilaga, 1994). Esei argumentasi ini kemudian “ditutup” dengan penyajian premis-premis. Dengan metode pengambilan kesimpulan secara deduktif, dari premis-premis ini disusunlah satu atau beberapa hipotesis. Perlu digarisbawahi bahwa kesimpulan yang dihasilkan dengan metode deduktif ini perlu diuji “kebenaran”-nya secara empiris, dalam arti bahwa harus dilakukan pengumpulan data dari populasi yang menjadi objek penelitian untuk menjawab apakah pernyataan yang tertuang dalam hipotesis didukung oleh data empiris atau tidak. Upaya menjawab apakah hipotesis tersebut didukung “fakta lapangan” ini, mengutip tulisan Suriasumantri (2005), merupakan “interogasi terhadap alam”.
Dalam menemukan konsep-konsep, dari bacaan di atas mengenai pengertian teori, jelas bahwa konsep-konsep dapat ditemukan dengan mempelajari teori (lihat definisi Kerlinger dan Littlejohn di atas). Sebagai contoh, dalam penelitian yang berjudul “Hubungan antara Iklim Komunikasi dengan Kepuasan Organisasi”, untuk mengukur “iklim komunikasi” dan “kepuasan organisasi”, kita perlu mengetahui konsep tentang “iklim komunikasi” dan juga konsep tentang “kepuasan organisasi”. Untuk menjawab ini, peneliti kuantitatif biasa mencari konsep-konsep tersebut dari berbagai teori terkait, misalnya dari teori-teori yang terkait dengan komunikasi organisasi. Contoh lain, dalam menjawab “Apakah Agenda Media memengaruhi Agenda Publik?” kita perlu mengetahui konsep “agenda media” dan konsep “agenda publik”. Konsep-konsep tersebut biasa kita dapatkan dari teori-teori dalam ilmu komunikasi.
Dalam hal menemukan metodologi, teori mengarahkan peneliti dalam memilih metode yang cocok diterapkan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Metodologi penelitian merupakan suatu kajian dari aturan-aturan yang terdapat metode penelitian, sedangkan metode itu sendiri merupakan suatu prosedur/cara untuk mengetahui sesuatu, yang memiliki langkah-langkah yang sistematis (Suriasumantri, 2005). Dengan mengetahui metodologi, kita akan dapat menentukan metode apa yang cocok untuk menjawab pertanyaan penelitian. Dalam metodologi penelitian kuantitatif misalnya, ada beberapa metode yang dapat digunakan seperti survei, analisis isi, eksperimen.
Dalam menemukan alat analisis data, teori menjadi panduan peneliti bagaimana mempelajari data yang diperoleh sebagai hasil pengumpulan data untuk tujuan agar kita lebih memahami apa yang menjadi pertanyaan penelitian. Dalam penelitian komunikasi dengan metodologi kuantitatif, banyak statistical tools yang dapat digunakan, tergantung dari masalah penelitian yang diajukan. Sebagai contoh, untuk mengetahui pengaruh suatu variabel terhadap variabel lain kita dapat menggunakan analisis regresi (dalam statistika). Untuk mengetahui hubungan antara dua buah variabel atau lebih, kita dapat menggunakan analisis korelasi.
Daftar referensi:
Atmadilaga, D. (1994). Panduan Skripsi, Tesis, Disertasi, CV Pionir Jaya Bandung
Bungin, H. M. B. (2005). Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kencana Prenadamedia Group
Griffin, E. M. (2003). A First Look at Communication Theory, McGraw-Hill
Hornby, A. S. (2015). Oxford Advanced Learner’s Dictionary, Oxford University Press
Kerlinger, F. N. (1973). Foundation of Behavioral Research, Holt, Rinehart and Winston Inc.
Littlejohn, S. W. (1998). Theories of Human Communication, Wadsworth
Suriasumantri, J. S. (2005). Filsafat Ilmu – Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan
FUNGSI TEORI DALAM PENELITIAN KUANTITATIF
Pernahkah Anda mendengar seseorang berujar, “Ah … itu Cuma teori!” atau “Ah kamu kebanyakan teori!”. Apakah sebenarnya teori itu? Apakah manfaat kita mengetahui teori? Apakah peranan teori dalam penelitian, khususnya dalam penelitian kuantitatif?
Apakah teori itu?
Ada baiknya kita memahami terlebih dahulu apakah yang dimaksud dengan teori. Tentunya ada banyak definisi “teori”. Para pakar mendefinisikan “teori” dengan aneka ragam cara. Kamus Oxford Advanced Learner’s Dictionary memberikan pengertian sebagai berikut: “Teori adalah seperangkat gagasan formal yang dimaksudkan untuk menjelaskan mengapa sesuatu terjadi atau ada.” Menurut Judee Burgoon, seseorang yang berkontribusi banyak dalam ilmu komunikasi, teori tak lebih dari seperangkat firasat yang diinformasikan secara sistematis mengenai bagaimana suatu hal berlangsung (Griffin, 2009). Selanjutnya, teori adalah seperangkat konsep atau konstruk, definisi, dan proposisi yang mengedepankan pandangan sistematis pada beberapa gejala dengan menguraikan hubungan antarvariabel untuk menjelaskan dan memperkirakan suatu gejala (Kerlinger, 1974). Definisi lain mengatakan bahwa teori adalah rangkaian konsep, penjelasan, dan prinsip yang terorganisir dari beberapa aspek pengalaman manusia (Littlejohn, 2008).
Bagaimana fungsi teori dalam penelitian kuantitatif?
Teori mempunyai peran yang sangat penting dalam penelitian kuantitatif. Teori mempunyai peran dalam menemukan masalah penelitian, menyusun hipotesis, menemukan konsep-konsep, menemukan metodologi, dan menemukan alat analisis data.
Dalam menemukan masalah penelitian, teori yang diketahui oleh seorang peneliti dapat memunculkan suatu pertanyaan, terutama apabila teori yang diketahuinya tampak bertentangan dengan suatu fenomena yang diamati peneliti. Dapat pula pertanyaan muncul ketika peneliti menangkap suatu teori tampak bertentangan dengan teori lainnya. Bahkan Bungin (2005) mengatakan apabila seorang peneliti ingin mengembangkan ilmu pengetahuan atau mengkritisi konsep kebijakan maupun perundang-undangan tertentu, seyogianya ia menemukan motif penelitian dari kejanggalan-kejanggalan teoretis, dan dalam hal ini masalah yang muncul merupakan masalah teoretis (theoretical problem).
Dalam menyusun hipotesis, teori-teori yang ada digunakan sebagai dasar pijakan untuk menghasilkan jawaban sementara atau kemungkinan jawaban terhadap pertanyaan penelitian. Langkah penyusunan hipotesis dalam metode kuantitatif dilakukan setelah penyusunan kerangka pemikiran dan premis-premis. Dalam rangka menjawab masalah penelitian, peneliti kuantitatif mencari teori-teori yang sudah ada yang relevan dengan masalah penelitian. Pencarian teori-teori itu misalnya dilakukan melalui studi kepustakaan (studi literatur). Dari teori-teori tersebut peneliti kemudian menyusun esei argumentasi, yang menampilkan sikap dan pandangan peneliti yang kritis dan analitis dalam mengkaji masalah yang bersangkutan (Atmadilaga, 1994). Esei argumentasi ini kemudian “ditutup” dengan penyajian premis-premis. Dengan metode pengambilan kesimpulan secara deduktif, dari premis-premis ini disusunlah satu atau beberapa hipotesis. Perlu digarisbawahi bahwa kesimpulan yang dihasilkan dengan metode deduktif ini perlu diuji “kebenaran”-nya secara empiris, dalam arti bahwa harus dilakukan pengumpulan data dari populasi yang menjadi objek penelitian untuk menjawab apakah pernyataan yang tertuang dalam hipotesis didukung oleh data empiris atau tidak. Upaya menjawab apakah hipotesis tersebut didukung “fakta lapangan” ini, mengutip tulisan Suriasumantri (2005), merupakan “interogasi terhadap alam”.
Dalam menemukan konsep-konsep, dari bacaan di atas mengenai pengertian teori, jelas bahwa konsep-konsep dapat ditemukan dengan mempelajari teori (lihat definisi Kerlinger dan Littlejohn di atas). Sebagai contoh, dalam penelitian yang berjudul “Hubungan antara Iklim Komunikasi dengan Kepuasan Organisasi”, untuk mengukur “iklim komunikasi” dan “kepuasan organisasi”, kita perlu mengetahui konsep tentang “iklim komunikasi” dan juga konsep tentang “kepuasan organisasi”. Untuk menjawab ini, peneliti kuantitatif biasa mencari konsep-konsep tersebut dari berbagai teori terkait, misalnya dari teori-teori yang terkait dengan komunikasi organisasi. Contoh lain, dalam menjawab “Apakah Agenda Media memengaruhi Agenda Publik?” kita perlu mengetahui konsep “agenda media” dan konsep “agenda publik”. Konsep-konsep tersebut biasa kita dapatkan dari teori-teori dalam ilmu komunikasi.
Dalam hal menemukan metodologi, teori mengarahkan peneliti dalam memilih metode yang cocok diterapkan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Metodologi penelitian merupakan suatu kajian dari aturan-aturan yang terdapat metode penelitian, sedangkan metode itu sendiri merupakan suatu prosedur/cara untuk mengetahui sesuatu, yang memiliki langkah-langkah yang sistematis (Suriasumantri, 2005). Dengan mengetahui metodologi, kita akan dapat menentukan metode apa yang cocok untuk menjawab pertanyaan penelitian. Dalam metodologi penelitian kuantitatif misalnya, ada beberapa metode yang dapat digunakan seperti survei, analisis isi, eksperimen.
Dalam menemukan alat analisis data, teori menjadi panduan peneliti bagaimana mempelajari data yang diperoleh sebagai hasil pengumpulan data untuk tujuan agar kita lebih memahami apa yang menjadi pertanyaan penelitian. Dalam penelitian komunikasi dengan metodologi kuantitatif, banyak statistical tools yang dapat digunakan, tergantung dari masalah penelitian yang diajukan. Sebagai contoh, untuk mengetahui pengaruh suatu variabel terhadap variabel lain kita dapat menggunakan analisis regresi (dalam statistika). Untuk mengetahui hubungan antara dua buah variabel atau lebih, kita dapat menggunakan analisis korelasi.
Daftar referensi:
Atmadilaga, D. (1994). Panduan Skripsi, Tesis, Disertasi, CV Pionir Jaya Bandung
Bungin, H. M. B. (2005). Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kencana Prenadamedia Group
Griffin, E. M. (2003). A First Look at Communication Theory, McGraw-Hill
Hornby, A. S. (2015). Oxford Advanced Learner’s Dictionary, Oxford University Press
Kerlinger, F. N. (1973). Foundation of Behavioral Research, Holt, Rinehart and Winston Inc.
Littlejohn, S. W. (1998). Theories of Human Communication, Wadsworth
Suriasumantri, J. S. (2005). Filsafat Ilmu – Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan
Bagikan ini:
Most visitors also read :
KESALAHAN SANG PROFESOR
TAFSIRAN GEOMETRIS KOMPONEN UTAMA
KOMPONEN UTAMA POPULASI (POPULATION PRINCIPAL COMPONENTS)
PENELITIAN KOMUNIKASI DENGAN PENDEKATAN POSMODERNISME