UJI HIPOTESIS RATA-RATA SATU-SAMPEL DALAM ILMU KOMUNIKASI (2)

April 6th, 2025
WHITE SPACE 1
         Di post yang lalu, telah diuraikan bagaimana uji hipotesis statistik dilakukan. Pada prinsipnya, ada empat langkah penting, yaitu 1) penyusunan H0 dan H1, 2) penetapan taraf nyata, 3) penentuan statistik uji yang sesuai dan daerah penolakan H0, 4) penarikan kesimpulan. Bagian awal artikel ini memuat catatan penting terkait langkah-langkah tersebut.
WHITE SPACE 1
          Tentang penyusunan hipotesis nol dan hipotesis tandingan/alternatif
         Pada prinsipnya, tanda relasi yang diperkenankan dalam H1 adalah salah satu di antara tanda-tanda <, >, dan ≠. Sementara itu, tanda relasi yang mungkin dalam H0 adalah ≥, ≤, dan =. Relasi yang ditunjukkan dalam H1 merupakan sangkalan/ingkaran dari relasi yang ditunjukkan dalam H0. Dengan demikian, pasangan-pasangan yang dimungkinkan adalah sebagai berikut.
H0: θ ≥ θ0
H1: θ < θ0
atau
H0: θ ≤ θ0
H1: θ > θ0
atau
H0: θ = θ0
H1: θ ≠ θ0
          Jika tanda relasi yang digunakan dalam H1 adalah < atau > maka uji itu dinamakan uji satu ekor (1-tailed test). Tanda < mengindikasikan uji ekor kiri, sedangkan > menunjukkan uji ekor kanan. Jika tanda ≠ digunakan dalam H1 maka uji tersebut dinamakan uji dua ekor (2-tailed test). Penentuan macam uji ini sangat penting karena ini berpengaruh pada penentuan daerah penolakan/daerah kritis dan penarikan kesimpulan (Langkah 3 dan Langkah 4).
          Perlu ditambahkan di sini bahwa sebagian literatur menyatakan bahwa tanda relasi yang digunakan dalam H0 adalah relasi “sama dengan” untuk semua kasus. Jadi, menurut literatur yang “menganut” versi ini, pasangan-pasangan hipotesis yang mungkin adalah sebagai berikut.
H0: θ = θ0
H1: θ < θ0
atau
H0: θ = θ0
H1: θ > θ0
atau
H0: θ = θ0
H1: θ ≠ θ0
Baik versi sebelumnya maupun yang ini kedua-duanya dapat digunakan, walaupun versi sebelumnya lebih banyak ditemukan dalam penelitian-penelitian ilmu sosial.
WHITE SPACE 1
          Tentang penetapan taraf nyata (level of significance)
      Pada penelitian sesungguhnya, taraf nyata ditentukan oleh peneliti itu sendiri, tetapi biasa dipilih nilai yang kecil karena taraf nyata ini merupakan besarnya peluang terjadinya penolakan H0 ketika pernyataan dalam H0 benar. Dalam uji hipotesis statistik, terdapat dua jenis kesalahan. Kesalahan jenis I (Type I error) terjadi apabila: kita menolak H0 ketika/dalam kondisi pernyataan dalam H0 benar.  Kesalahan jenis II (Type II error) terjadi apabila: kita tidak menolak H0 ketika/dalam kondisi pernyataan dalam H0 salah. Jadi, kita dapat menyatakan bahwa taraf nyata adalah besarnya peluang terjadinya kesalahan jenis I.
     Dalam bukunya yang berjudul Communication Research Statistics (2006), J. C. Reinard menyatakan bahwa dalam penelitian di bidang ilmu komunikasi, taraf nyata sebesar 0,05 biasa digunakan. Namun, dalam soal-soal mengenai uji hipotesis, biasanya nilai ini diketahui pada soal.
WHITE SPACE 1
            Tentang penentuan statistik uji yang sesuai dan daerah penolakan H0
          Dalam statistika terdapat banyak sekali statistik uji, tergantung dari parameter yang sedang diuji. Jika yang diuji adalah rata-rata maka terdapat tiga kemungkinan statistik uji, yaitu:
t=\frac{\overline{x}-\mu_{0}}{\frac{s}{\sqrt{n}}}  dengan derajat kebebasan \nu = n - 1 (statistik t),
z=\frac{\overline{x}-\mu_{0}}{\frac{\sigma}{\sqrt{n}}}, dan
z=\frac{\overline{x}-\mu_{0}}{\frac{s}{\sqrt{n}}}  .
Namun dalam praktik yang sering digunakan adalah statistik t karena dalam praktik simpangan baku populasi (σ) tidak diketahui. Yang dapat dihitung dari sampel adalah simpangan baku sampel (s). Penggunaan statistik t di atas dapat dilakukan apabila sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Jadi, dalam praktik, sebelum menggunakan statistik ini kita perlu melakukan uji normalitas. Apabila hasil uji normalitas tersebut tidak signifikan maka statistik t dapat digunakan.
          Pada langkah ini, penentuan daerah penolakan bersifat optional. Jika dalam penyimpulan kita akan menggunakan pendekatan nilai kritis maka penentuan daerah penolakan bersifat wajib. Jika dalam penyimpulan kita akan menggunakan pendekatan nilai-p maka penentuan daerah penolakan tidak lagi diperlukan. Pendekatan nilai-p sering digunakan karena kemudahannya dalam menarik kesimpulan.
WHITE SPACE 1
          Tentang penarikan kesimpulan
      Terdapat salah satu dari dua hasil yang mungkin terjadi dalam uji hipotesis statistik, yaitu penolakan H0 atau penerimaan H0. Suatu uji hipotesis dikatakan signifikan apabila kita berhasil menolak H0. Uji hipotesis dikatakan tidak signifikan apabila kita gagal menolak H0. Baik dalam kesimpulannya kita menolak maupun tidak menolak H0 kita selalu dihadapkan pada peluang salah menyimpulkan. Besarnya peluang kita melakukan kesalahan berupa menolak H0 jika pernyataan dalam H0 benar adalah sebesar taraf nyatanya (α). Namun, besarnya peluang kita melakukan kesalahan berupa tidak menolak H0 jika pernyataan dalam H0 keliru tidak dapat ditentukan. Itulah sebabnya mengapa jika kita gagal menolak H0 maka uji tersebut dikatakan tidak signifikan. Perlu ditegaskan bahwa ketika kita gagal menolak H0, bukan berarti bahwa apa yang dinyatakan H0 itu benar. Ketika kita gagal menolak H0, kita hanya dapat menyimpulkan bahwa hasil sampling “tidak cukup” atau “tidak mampu” untuk menolak H0. Ketika kita berhasil menolak H0 kita cukup yakin (confident) bahwa kesimpulan yang kita buat benar; peluang salahnya hanya sebesar α. Perlu diingat bahwa kita tidak dapat memastikan apakah terjadi kesalahan atau tidak terhadap penarikan kesimpulan yang dilakukan. Yang dapat dikemukakan hanyalah besarnya peluang terjadi kesalahan, lebih khususnya adalah peluang terjadinya kesalahan jenis I, yaitu sebesar α.
          Secara teknis, kriteria apa yang digunakan untuk menolak H0? Jawabannya tergantung pada pendekatan yang digunakan. Kriteria yang digunakan dalam pendekatan nilai kritis: jika nilai statistik uji yang diperoleh dari sampel berada di daerah penolakan/daerah kritis maka tolak H0. Dalam keadaan lainnya, jangan tolak H0. Kriteria yang digunakan dalam pendekatan nilai-p: jika p < α maka tolak H0. Dalam keadaan lainnya, jangan tolak H0.
WHITE SPACE 1
          Pelajari penyelesaian Kasus 2 dan Kasus 3 agar lebih memahami langkah-langkah di atas. Untuk kemudahan penyelesaiannya, kita akan menggunakan pendekatan nilai-p dalam menyimpulkan.
WHITE SPACE 1
WHITE SPACE 1
Kasus 2
Sebuah lembaga di bidang public relation menyelenggarakan suatu kampanye dengan misi meningkatkan kesadaran tentang sebuah kebijakan lingkungan yang baru. Lembaga tersebut ingin mengetahui apakah kampanye tersebut berhasil meningkatkan kesadaran publik. Mereka menduga bahwa rata-rata tingkat kesadaran (diukur pada skala 1 hingga 10, dengan 10 yang tertinggi) setelah kampanye lebih tinggi daripada rata-rata pra-kampanye, yang sebesar 5,7. Sebuah survei terhadap 150 orang dilakukan setelah kampanye. Data hasil survey tersebut direkam dalam file berikut ini: (klik di sini). Apakah ada cukup bukti untuk menyimpulkan bahwa kampanye tersebut berhasil dalam meningkatkan kesadaran publik? Gunakan taraf nyata 5%. Anggaplah bahwa uji normalitas telah dilakukan dan hasil uji tersebut tidak signifikan.
WHITE SPACE 1
PENYELESAIAN LANGKAH DEMI LANGKAH
WHITE SPACE 1
Langkah 1: Menyusun pasangan hipotesis
H0: μ ≤ 5,7 [Kampanye tidak berhasil meningkatkan kesadaran publik.]
H1: μ > 5,7 [Kampanye berhasil meningkatkan kesadaran publik.]
WHITE SPACE 1
Langkah 2: Menentukan taraf nyata
Pada kasus ini, taraf nyata telah ditentukan, yaitu sebesar 0,05.
WHITE SPACE 1
Langkah 3: Memilih statistik uji
Berdasarkan keterangan yang diberikan pada kasus ini, hasil uji normalitas tidak signifikan sehingga kita memilih statistik t=\frac{\overline{x}-\mu_{0}}{\frac{s}{\sqrt{n}}}  dengan derajat kebebasan \nu = n - 1. SPSS menggunakan istilah One-Sample T Test untuk memaksudkan uji dengan statistik yang dipilih ini.
WHITE SPACE 1
Langkah 4: Penarikan kesimpulan
Nilai t dari sampel diperoleh dengan menggunakan rumus t=\frac{\overline{x}-\mu_{0}}{\frac{s}{\sqrt{n}}}. Tabel berikut ini menampilkan hasil pengolahan data menggunakan SPSS versi 21.
Tabel 1
Dari tabel tersebut, kita mendapatkan nilai t yang diperoleh dari sampel (thitung) sebesar 1,388.
WHITE SPACE 1
Langkah 5: Penarikan kesimpulan
Untuk menerapkan pendekatan nilai-p dalam penarikan kesimpulan, kita perhatikan nilai Sig. (2-tailed) yang ditampilkan tabel One-Sample Test di atas, yaitu 0,167. Nilai ini berlaku untuk uji dua ekor (2-tailed). Uji ini merupakan uji satu ekor, terlihat dari tanda relasi yang digunakan dalam H1 yaitu tanda >. Karena itu, pada kasus ini, untuk mendapat nilai-p kita harus membagi dua nilai Sig. (2-tailed) tersebut. Jadi, p=\frac{0,167}{2}=0,0835. Karena p > α (lihat Langkah 2), kita tidak dapat menolak H0. Uji ini tidak signifikan. Jadi, tidak cukup bukti untuk menyimpulkan bahwa rata-rata tingkat kesadaran publik lebih dari 5. Kampanye tidak berhasil dalam meningkatkan kesadaran publik.
WHITE SPACE 1
Pertanyaan tambahan
Pada Kasus 2 tidak terjadi penolakan H0. Berapakah peluang terjadinya kesalahan ini? Berapakah peluang kita menerima H0 ketika/dalam kondisi pernyataan dalam H0 keliru?
WHITE SPACE 1
Jawab
Tidak tahu. Jika suatu uji hipotesis tidak signifikan maka besarnya peluang kesalahan dalam penyimpulan tersebut tidak dapat diketahui. Apa sebab? Karena kita tidak mengetahui nilai parameter populasi sesungguhnya. Besarnya peluang kesalahan tersebut hanya dapat dihitung apabila nilai parameter populasi tersebut diandaikan.
WHITE SPACE 1
Catatan
Dalam statistika, besarnya peluang kesalahan berupa tidak menolak H0 ketika pernyataan dalam H0 salah, yaitu peluang terjadinya kesalahan jenis II, dilambangkan dengan β. Ukuran lain dalam uji hipotesis selain α dan β adalah power uji yang dilambangkan dengan 1-β. Power suatu uji adalah besarnya peluang menolak H0 dengan anggapan suatu nilai parameter alternatif tertentu  benar. (Nilai parameter alternatif tersebut berbeda nilainya dengan yang terdapat dalam H0.) Secara singkat dapat dikatakan bahwa power mengukur sensitivitas uji hipotesis dalam mendeteksi selisih/perbedaan.
WHITE SPACE 1
WHITE SPACE 1
Kasus 3
Seorang peneliti sedang menyelidiki dampak penggunaan emoji dalam komunikasi bisnis formal. Secara umum diterima bahwa rata-rata skor profesionalisme yang dirasakan untuk komunikasi bisnis tertulis  adalah 6,5 (dalam skor 1 hingga 10; skor 10 berarti sangat profesional). Peneliti ingin menentukan apakah penyertaan emoji dalam email bisnis secara signifikan mengubah profesionalisme yang dirasakan, baik secara positif maupun negatif. Selanjutnya, sebanyak 85 orang profesional bisnis diminta untuk menilai profesionalisme email yang berisi emoji. Hasil sampling tersebut disimpan dalam file berikut: (klik di sini). Apakah dapat disimpulkan bahwa penyertaan emoji dalam email bisnis mengubah profesionalisme yang dirasakan? Gunakan taraf nyata 0,05. Anggaplah bahwa uji normalitas telah dilakukan dan hasil uji tersebut tidak signifikan.
White space 1
PENYELESAIAN LANGKAH DEMI LANGKAH
White space 1
Langkah 1: Menyusun pasangan hipotesis
H0: μ = 6,5 [Penyertaan emoji dalam email bisnis tidak mengubah profesionalisme yang dirasakan.]
H1: μ ≠ 6,5 [Penyertaan emoji dalam email bisnis mengubah profesionalisme yang dirasakan.]
White space 1
Langkah 2: Menentukan taraf nyata
Pada kasus ini, taraf nyata telah ditentukan, yaitu sebesar 0,05.
White space 1
Langkah 3: Memilih statistik uji
Berdasarkan keterangan yang diberikan pada kasus ini, hasil uji normalitas tidak signifikan sehingga kita memilih statistik t=\frac{\overline{x}-\mu_{0}}{\frac{s}{\sqrt{n}}}  dengan derajat kebebasan \nu = n - 1.
White space 1
Langkah 4: Penarikan kesimpulan
Nilai t dari sampel diperoleh dengan menggunakan rumus t=\frac{\overline{x}-\mu_{0}}{\frac{s}{\sqrt{n}}}. Tabel berikut ini menampilkan hasil pengolahan data menggunakan SPSS versi 21.
Tabel 2
Dari tabel tersebut, kita mendapatkan nilai t yang diperoleh dari sampel (thitung) sebesar 2,137.
White space 1
Langkah 5: Penarikan kesimpulan
Untuk menerapkan pendekatan nilai-p dalam penarikan kesimpulan, kita perhatikan nilai Sig. (2-tailed) yang ditampilkan tabel One-Sample Test di atas, yaitu 0,035. Nilai ini berlaku untuk uji dua ekor (2-tailed), tepat untuk uji ini karena dalam H1 kita menggunakan tanda relasi ≠; uji yang sedang dilakukan merupakan uji dua ekor. Jadi, dalam kasus ini p = 0,035. Karena p < α (lihat Langkah 2), kita tolak H0. Jadi, rata-rata skor profesionalisme yang dirasakan untuk komunikasi bisnis tertulis  secara signifikan berbeda dari 6,5. Penyertaan emoji dalam email bisnis secara signifikan mengubah profesionalisme yang dirasakan.
White space 1
Pertanyaan tambahan
Pada Kasus 3 telah terjadi penolakan H0. Berapakah peluang terjadinya kesalahan menolak H0 apabila memang sesungguhnya μ = 6,5?
White space 1
Jawab
Besarnya peluang terjadi kesalahan semacam itu adalah 5%, yaitu sebesar taraf nyatanya.
White space 1
ASSESSMENT TENGAH SEMESTER
  1. Tetapkan populasi dan variabel kuantitatif yang akan dikenakan uji hipotesis (contoh: intensitas penggunaan media sosial per hari di kalangan mahasiswa, durasi penggunaan gadget per hari di kalangan siswa SD,  biaya kuliah di kota Bandung, dan sebagainya)
  2. Menentukan hipotesis nol (H0): μ = μ0, μ ≥ μ0, atau μ ≤ μ0 dan hipotesis tandingan (H1) yang sesuai: μμ0, μ < μ0, atau μ > μ0
  3. Tentukan taraf nyata (α) yang dikehendaki. Biasanya ditetapkan α = 0,05 dalam penelitian di bidang ilmu komunikasi.
  4. Tentukan statistik uji yang sesuai dan daerah kritisnya.
  5. Hitunglah nilai statistik uji dari sampel.
  6. Berikan keputusan apakah H0 ditolak atau tidak.
  7. Berikan kalimat penyimpulan berdasarkan keputusan yang diberikan (Langkah 6 di atas).

 



Most visitors also read :



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.