SUMBER-SUMBER HUKUM (16)

Januari 19th, 2017

                Pada kuliah yang lalu telah dibicarakan traktat sebagai sumber hukum. Sebagaimana telah diterangkan, di sini tidak akan dibicarakan yurisprudensi sebagai sumber hukum; ini dapat dibaca dalam pidato pelantikan Prof. Mr. LIE OEN HOCK “Yurisprudensi Sebagai Sumber Hukum”.

DOKTRIN (Ilmu Pengetahuan)

                Sekarang akan dibicarakan doktrin (ilmu pengetahuan) sebagai sumber hukum. Seperti telah dikemukakan, Prof. Mr. Dr. L. J. VAN APELDOORN hanya menyebut 3 sumber hukum:

  1. Undang-undang
  2. Kebiasaan
  3. Traktat

Prof. Mr. J. P. H. BELLEFROID menyebut sebagai sumber hukum:

  1. Kebiasaan
  2. Undang-undang dalam arti luas
  3. Traktat
  4. Yurisprudensi

dan Ilmu Hukum ditolak oleh BELLEFROID sebagai sumber hukum.

                Bahwa doktrin merupakan sumber hukum, telah dilihat pada hukum Romawi, di mana doktrin dengan tegas disebut sebagai sumber hukum. Dalam hal ini ditunjuk pada buku dari Prof. Mr. I. H. HIJMANS (seorang ahli hukum terkenal mengenai Hukum Privat Internasional) yang bernama “Algemene Problemen van Het Internasionaal Privaatrecht”. Di sini dikemukakan oleh HIJMANS bagaimana dalam hukum Romawi doktrin dianut sebagai sumber hukum. Tetapi HIJMANS sendiri berpendapat bahwa doktrin tidak merupakan sumber hukum bagi hukum Belanda. HIJMANS mengatakan: Betul doktrin mempunyai pengaruh besar dalam praktik; memang pendapat-pendapat sarjana-sarjana hukum memengaruhi pengacara-pengacara dan notaris-notaris; dan bila memperhatikan perkara-perkara perdata yang sulit-sulit, maka di situ selalu akan ditemui penjelasan-penjelasan yang dikemukakan dalam mana masing-masing pihak mengemukakan suatu pendapat dengan menunjuk pada pendapat guru besar terkenal. Apabila memeriksa perkara-perkara perdata maka sering disebut nama-nama ASSER-SCHOLTEN, Prof. Mr. G. DIEPHUIS, Prof. Mr. C. W. OPZOOMER, atau buku-buku Perancis, Jerman dan sebagainya untuk menguatkan pendapat mereka. Dan dengan sendirinya pihak lawan juga mencari sokongan dari pendapat-pendapat lain atau yurisprudensi. (Apabila dalam suatu perkara perdata diketahui bahwa orang akan kalah karena pihak lawannya mengemukakan yurisprudensi atau pendapat-pendapat guru besar, selalu pihak yang akan kalah dapat mempergunakan sebuah buku dari Prof. Mr. J. P. H. SUYLING, karena dalam buku itu biasanya akan ditemui pendapat yang bertentangan dengan guru besar. Tetapi pembelaan semacam ini seringkali dianggap sebagai pembelaan busuk.)

                HIJMANS menerangkan lagi sebagai berikut: Walaupun juga dalam peradilan pendapat-pendapat sarjana hukum kadang-kadang disebut dan dituruti, tetapi tidak terdapat suatu ilmu pengetahuan yang tetap. Pendapat-pendapat guru besar terkenal seringkali dibantah oleh guru besar lainnya. Jadi sebenarnya tidak ada pendapat yang tetap dari semua sarjana hukum.

                Prof. Mr. LIE OEN HOCK tidak setuju dengan pendapat HIJMANS itu. Memang diakui, bahwa ada kemungkinan pendapat-pendapat guru besar yang paling terkemuka bertentangan dengan guru besar lain. Ini hal yang umum. Apabila membaca putusan Hoge Raad seringkali di bawahnya ada catatan dari P. S. (yaitu PAUL SCHOLTEN); dan lawannya yang terkemuka yaitu E. M. M. (E. M. MEIJERS). Umpamanya SCHOLTEN mengkritik suatu putusan Hoge Raad; seringkali ada juga putusan yang dikritik oleh SCHOLTEN, kritiknya itu dikritik lagi oleh MEIJERS. Di Hoge Raad seringkali anggota-anggotanya adalah guru-guru besar. Juga pada Mahkamah Agung di Indonesia ada guru-guru besar yang menjadi anggota. Kalau melihat keadaannya di Negeri Belanda, suatu putusan sudah dipertimbangkan matang-matang oleh guru-guru besar, dan toch nanti dikritik oleh guru-guru besar lain.

(bersambung)



Most visitors also read :



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.