SUMBER-SUMBER HUKUM (14)

Januari 12th, 2017

TRAKTAT

                Sekarang akan dibicarakan sumber ke-3 dari hukum, yaitu traktat. Dalam pasal 20 Undang-Undang Dasar Sementara pembentuk undang-undang mempergunakan istilah “perjanjian” (yang artinya sama dengan traktat) di samping istilah “persetujuan”. Tetapi seperti Saudara ketahui Undang-Undang Dasar Sementara sudah tidak berlaku. Dan bila memperhatikan Undang-Undang Dasar 1945 ternyata tidak dipergunakan istilah “perjanjian” atau “persetujuan”. Dalam pasal 11 Undang-Undang Dasar 1945 ditetapkan sebagai berikut: “Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.”

                Perbedaan antara suatu perjanjian dan suatu persetujuan hanya perbedaan gradueel. Perjanjian mengenai soal-soal yang penting dan sulit. Persetujuan mengenai soal-soal yang kecil.

                Apakah itu suatu traktat? Suatu traktat tidak lain daripada suatu perjanjian yang diadakan antara 2 atau lebih dari 2 negara dalam bentuk suatu traktat. Sedang suatu persetujuan tidak diadakan dalam bentuk suatu traktat. Traktat ini dapat kita bagi dalam 2 golongan:

  1. Traktat-traktat yang diadakan antara hanya 2 negara yang dinamakan traktat-traktat bilateral atau individual atau tweezijdig.
  2. Traktat-traktat yang diadakan antara lebih dari 2 negara yang dinamakan traktat-traktat kolektif.

Apabila membicarakan suatu traktat kolektif maka seringkali akan dibaca suatu pasal yang menetapkan bahwa juga negara-negara lain daripada negara-negara yang bersama-sama mengadakan traktat kolektif dapat ikut serta dalam traktat kolektif tersebut. Suatu traktat kolektif ini pada umumnya seringkali memuat ketentuan-ketentuan hukum. Dan dalam hal suatu traktat kolektif memuat ketentuan-ketentuan hukum dengan sendirinya traktat merupakan sumber hukum.

Dan apabila terdapat suatu traktat yang memuat ketentuan-ketentuan hukum, jadi yang merupakan sumber hukum dalam arti formil, dengan sendirinya timbul pertanyaan: Bagaimanakah ketentuan-ketentuan dalam traktat itu harus ditafsirkan, siapa yang berhak menafsirkan ketentuan-ketentuan hukum dalam suatu traktat.

Pertama-tama mengenai pertanyaan bagaimanakah ketentuan-ketentuan hukum itu harus ditafsirkan. Dan soal ini membawa kita pada suatu kesulitan yang aneh. Karena pertama-tama ketentuan hukum dalam suatu traktat merupakan ketentuan-ketentuan internasional yang berlaku di berbagai-bagai negara, dan tujuan dari ketentuan-ketentuan hukum dalam suatu traktat itu tidak lain daripada mencapai kesatuan hukum dan kepastian hukum antara negara-negara. Dan ini sangat dibutuhkan oleh suatu pergaulan internasional yang modern dan sehat.

Seperti telah diterangkan kepastian hukum dan kesatuan hukum hanya dapat dicapai apabila ketentuan-ketentuan hukum itu dalam semua negara-negara ditafsirkan secara sama dan dipertahankan secara sama. Dan ini seringkali sulit, karena ketentuan-ketentuan hukum dalam suatu traktat juga merupakan sebagian dari ketentuan-ketentuan hukum nasional negara tersebut. Dan sebagai bagian dari ketentuan-ketentuan hukum nasional negara itu maka dengan sendirinya ketentuan-ketentuan hukum itu harus ditafsirkan sebagai mana juga ketentuan-ketentuan hukum nasional lain ditafsirkan; dan ini tidak sama di berbagai-bagai negara. Dan karena itu maka mungkin suatu ketentuan hukum ditafsir di negara A berlainan daripada di negara B atau C yang ikut serta dalam traktat itu. Ini kita juga telah mengalami karena traktat antara Indonesia dan Belanda mengenai kewarganegaraan. Di sini ada ketentuan yang berbeda ditafsirkan, karena kita memperhatikan kepentingan nasional Indonesia dan Belanda juga memperhatikan kepentingan nasionalnya. Soal ini tidak akan dibicarakan di sini.

(bersambung)



Most visitors also read :



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.