Di tulisan yang lalu, telah diuraikan penurunan titik beku, kenaikan titik didih, dan pengurangan tekanan uap jenuh larutan, yang merupakan merupakan beberapa sifat koligatif. Kali ini akan dibahas satu sifat lagi, yaitu timbulnya tekanan osmosis (π).
Osmosis adalah aliran suatu pelarut (solvent) dari suatu larutan dengan konsentrasi rendah ke larutan dengan konsentrasi tinggi melalui suatu membran semipermeabel. Tekanan osmosis itu sendiri adalah tekanan yang diberikan pada larutan, yang dapat menghentikan perpindahan molekul-molekul solvent ke dalam larutan melalui membran semipermeabel proses osmosis. Lihat gambar berikut.
Pada gambar di atas, anggaplah terdapat suatu pure soluent (misalnya air) dan suatu larutan gula yang dipisahkan suatu membran semipermeabel. [Membran semipermeabel adalah bahan yang dapat dilalui oleh zat tertentu dalam larutan, tetapi tidak dapat dilalui zat lain dalam larutan itu.] Pada mulanya molekul-molekul air akan mengalir melalui membran tersebut, dari I ke II; laju perpindahan air dari pure soluent ke larutan lebih besar dan laju perpindahan air dari larutan ke pure soluent. Suatu saat akan terjadi kesetimbangan, di mana laju perpindahan air tersebut sama besar dalam kedua arah tersebut. Pada keadaan kesetimbangan itulah π diukur. Dengan kata lain, pada saat tekanan larutan telah mencapai harga π, proses osmosis dari I ke II berhenti berlangsung.
Untuk tekanan osmosis berlaku hukum Van’t Hoff yang menyatakan: “Tekanan osmosis suatu larutan sama dengan tekanan gas bila soluent dianggap sebagai gas, volum serta suhu larutan dainggap sebagai volum suhu gas.”
Secara matematis dapat ditulis: π = MRT dengan M = molaritas larutan, R = tetapan gas = 0,08205 L.atm/(mol.K), T = suhu mutlak larutan.
Menurut hukum Raoult dan Beckmann, hukum Van’t Hoff hanya berlaku untuk larutan yang encer dan rumus π = MRT hanya berlaku untuk larutan yang bukan asam, basa, atau garam. Larutan-larutan yang memiliki tekanan osmosis yang sama disebut larutan isotonik. Jika tekanan osmosis larutan A lebih besar dari larutan B, dikatakan bahwa “larutan zat A hipertonik terhadap larutan zat B” dan “larutan zat B hipotonik terhadap larutan zat A”.
Kegunaan penetapan tekanan osmosis antara lain adalah untuk menghitung massa molekul relatif (Mr) suatu zat yang tidak dapat ditentukan dengan rapat uap (misalnya karena zat tersebut mudah menguap) dan yang tidak dapat ditentukan dengan ΔTb atau ΔTf karena Mr-nya terlalu besar. Sebagai contoh, dalam penentuan Mr hemoglobin (Mr = 68 000), dapat digunakan tekanan osmosis ini. Namun untuk zat yang Mr-nya lebih besar dari 200 000, penetapan Mr dengan tekanan osmosis ini pun juga kurang teliti.
Contoh 4
0,5 gram hemoglobin dilarutkan ke dalam air sehingga terbentuk 100 ml larutan. Pada suhu 250C, tekanan osmosis larutan tersebut adalah 0,00179 atm. Tentukanlah massa molekul relatif hemoglobin tersebut.
Jawab
Dari π = MRT dapat diperoleh πV = nRT, dengan n adalah jumlah mol soluent, dalam hal ini adalah hemoglobin. Apabila massa hemoglobin tsb. adalah p, maka n = p/Mr sehingga [pmath]Mr={pRT}/{nV}[/pmath]. Substitusikan p = 0,5 gram, T = (25+273) K = 298 K, π = 0,002 atm, dan V = 100 mL = 0,1 L ke dalam rumus Mr tersebut, diperoleh:
SIFAT KOLIGATIF LARUTAN (2)
Di tulisan yang lalu, telah diuraikan penurunan titik beku, kenaikan titik didih, dan pengurangan tekanan uap jenuh larutan, yang merupakan merupakan beberapa sifat koligatif. Kali ini akan dibahas satu sifat lagi, yaitu timbulnya tekanan osmosis (π).
Osmosis adalah aliran suatu pelarut (solvent) dari suatu larutan dengan konsentrasi rendah ke larutan dengan konsentrasi tinggi melalui suatu membran semipermeabel. Tekanan osmosis itu sendiri adalah tekanan yang diberikan pada larutan, yang dapat menghentikan perpindahan molekul-molekul solvent ke dalam larutan melalui membran semipermeabel proses osmosis. Lihat gambar berikut.
Pada gambar di atas, anggaplah terdapat suatu pure soluent (misalnya air) dan suatu larutan gula yang dipisahkan suatu membran semipermeabel. [Membran semipermeabel adalah bahan yang dapat dilalui oleh zat tertentu dalam larutan, tetapi tidak dapat dilalui zat lain dalam larutan itu.] Pada mulanya molekul-molekul air akan mengalir melalui membran tersebut, dari I ke II; laju perpindahan air dari pure soluent ke larutan lebih besar dan laju perpindahan air dari larutan ke pure soluent. Suatu saat akan terjadi kesetimbangan, di mana laju perpindahan air tersebut sama besar dalam kedua arah tersebut. Pada keadaan kesetimbangan itulah π diukur. Dengan kata lain, pada saat tekanan larutan telah mencapai harga π, proses osmosis dari I ke II berhenti berlangsung.
Untuk tekanan osmosis berlaku hukum Van’t Hoff yang menyatakan: “Tekanan osmosis suatu larutan sama dengan tekanan gas bila soluent dianggap sebagai gas, volum serta suhu larutan dainggap sebagai volum suhu gas.”
Secara matematis dapat ditulis: π = MRT dengan M = molaritas larutan, R = tetapan gas = 0,08205 L.atm/(mol.K), T = suhu mutlak larutan.
Menurut hukum Raoult dan Beckmann, hukum Van’t Hoff hanya berlaku untuk larutan yang encer dan rumus π = MRT hanya berlaku untuk larutan yang bukan asam, basa, atau garam. Larutan-larutan yang memiliki tekanan osmosis yang sama disebut larutan isotonik. Jika tekanan osmosis larutan A lebih besar dari larutan B, dikatakan bahwa “larutan zat A hipertonik terhadap larutan zat B” dan “larutan zat B hipotonik terhadap larutan zat A”.
Kegunaan penetapan tekanan osmosis antara lain adalah untuk menghitung massa molekul relatif (Mr) suatu zat yang tidak dapat ditentukan dengan rapat uap (misalnya karena zat tersebut mudah menguap) dan yang tidak dapat ditentukan dengan ΔTb atau ΔTf karena Mr-nya terlalu besar. Sebagai contoh, dalam penentuan Mr hemoglobin (Mr = 68 000), dapat digunakan tekanan osmosis ini. Namun untuk zat yang Mr-nya lebih besar dari 200 000, penetapan Mr dengan tekanan osmosis ini pun juga kurang teliti.
Contoh 4
0,5 gram hemoglobin dilarutkan ke dalam air sehingga terbentuk 100 ml larutan. Pada suhu 250C, tekanan osmosis larutan tersebut adalah 0,00179 atm. Tentukanlah massa molekul relatif hemoglobin tersebut.
Jawab
Dari π = MRT dapat diperoleh πV = nRT, dengan n adalah jumlah mol soluent, dalam hal ini adalah hemoglobin. Apabila massa hemoglobin tsb. adalah p, maka n = p/Mr sehingga [pmath]Mr={pRT}/{nV}[/pmath]. Substitusikan p = 0,5 gram, T = (25+273) K = 298 K, π = 0,002 atm, dan V = 100 mL = 0,1 L ke dalam rumus Mr tersebut, diperoleh:
Bagikan ini:
Most visitors also read :
BELERANG (SULPHUR) – (3)
BELERANG (SULPHUR) – (2)
BELERANG (SULPHUR) – (1)
TATA NAMA SENYAWA (2)