Perhatikanlah orang yang sedang diperiksa petugas pada posting ini. Apa yang dirasakan orang tersebut? Apakah orang tersebut berbohong?
Mulut dengan mudah mengatakan kebohongan, tetapi bahasa tubuh adalah bahasa yang lebih jujur, karena bahasa tubuh lebih sukar untuk direkayasa, kecuali oleh para aktor atau aktris kawakan. Berbagai ilmu mengenai membaca bahasa tubuh memberikan teori mengenai mendeteksi kebohongan. Dikatakan bahwa gerakan menyentuh wajah, menyentuh leher, menggosok-gosokkan tangan ke paha, semuanya menandakan kebohongan. Apa pendapat Joe Navarro (salah seorang mantan anggota FBI) mengenai ini? Berikut adalah ulasan pendapatnya.
Ketika seseorang baru saja secara verbal menyatakan suatu kebohongan, atau menceritakan suatu hal yang ia sendiri merasa tak nyaman untuk mengatakannya, atau mendengar suatu hal yang ia tak nyaman untuk mendengarnya, otak secara otomatis “memerintahkan” agar tubuh memberikan suatu respons dalam bentuk penenangan diri. Bentuk-bentuk yang bisa ditampakkan di antaranya berupa: 1) menyentuh wajah, 2) menyentuh leher, 3) menggosok paha, 4) menggunakan suara.
Ketika seseorang merasa tak nyaman dengan apa yang diucapkannya, kadang ia seperti melakukan gerakan refreks 1: menyentuhkan telunjuknya ke hidung, menggosok mata, melakukan sentuhan ringan ke pipi. 2: menyentuhkan satu atau beberapa jari ke bagian pinggir (kiri atau kanan) leher atau (bagi pria) bentuknya bisa dengan seolah-olah memperbaiki dasi atau memberikan rongga udara ke bagian leher; atau apabila ia tidak berdasi, ia seolah memasukkan lebih banyak udara ke leher dengan menyibakkan kerah bajunya. 3: menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya di atas kedua pahanya seolah-olah ia sedang “membersihkan” pahanya. 4: mengeluarkan suara “berdehem”, “ehm…” di tengah-tengah ceritanya untuk suatu maksud yang tak jelas/tak bermakna. Namun harus dibedakan bentuk “hmmm …” ketika ia sedang berpikir keras apa yang kemudian harus diucapkannya dengan “ehm” yang spontan, tiba-tiba, secara tak bermakna diucapkan di tengah pembicaraan. Yang spontan tak bermakna ini yang menyatakan ketidaknyamanan.
Perlu diperhatikan betul bahwa apabila seseorang menunjukkan satu atau beberapa gejala di atas, belum tentu orang tersebut berbohong! Gejala tersebut semata-mata mengindikasikan suatu “ketidaknyamanan”.
Berikut ini adalah pengalaman salah seorang penegak hukum ketika memeriksa seseorang sebagai saksi: Ketika saya sedang memeriksa seorang Ibu sebagai saksi suatu kasus penipuan, Ibu itu mengatakan, “Akhirnya anak saya (Mirna) yang menyerahkan uang tersebut.” Saya perhatikan bahwa ketika ia menyebut nama “Mirna”, ia segera menggosokkan kedua telapak tangannya ke kedua pahanya. Saya tertarik akan gejala ini, dan segera saya mengorek keterangan tentang Mirna. Akhirnya Ibu itu bercerita bahwa ia telah “menjual” anaknya tersebut. Ibu itu tidak berbohong, tetapi ia merasa tak nyaman ketika menyebut nama anaknya. Akhirnya ketidaknyamanan itulah yang mengungkapkan kasus kejahatan lainnya yang semula ia tutupi.
Jadi, hati-hatilah di dalam menyimpulkan bahasa tubuh 1) menyentuh wajah, 2) menyentuh leher, 3) menggosok paha, 4) menggunakan suara. Belum tentu itu menunjukkan kebohongan. Gejala tersebut semata-mata menunjukkan ketidaknyamanan. Gejala tersebut merupakan suatu cara refleks tubuh untuk penenangan diri. Untuk mengetahui apakah ia berbohong atau tidak, tentunya memerlukan pengamatan bahasa tubuh lainnya atau memancingnya dengan pertanyaan-pertanyaan yang bisa menjebak. Tentunya ini memerlukan kemahiran tersendiri dari sang interogator. Interogator yang berpengalaman banyak, tentu akan lebih mudah menyimpulkan apakah orang yang ditanyainya berbohong atau tidak.
DIA BOHONG/NGGAK YA?
Perhatikanlah orang yang sedang diperiksa petugas pada posting ini. Apa yang dirasakan orang tersebut? Apakah orang tersebut berbohong?
Mulut dengan mudah mengatakan kebohongan, tetapi bahasa tubuh adalah bahasa yang lebih jujur, karena bahasa tubuh lebih sukar untuk direkayasa, kecuali oleh para aktor atau aktris kawakan. Berbagai ilmu mengenai membaca bahasa tubuh memberikan teori mengenai mendeteksi kebohongan. Dikatakan bahwa gerakan menyentuh wajah, menyentuh leher, menggosok-gosokkan tangan ke paha, semuanya menandakan kebohongan. Apa pendapat Joe Navarro (salah seorang mantan anggota FBI) mengenai ini? Berikut adalah ulasan pendapatnya.
Ketika seseorang baru saja secara verbal menyatakan suatu kebohongan, atau menceritakan suatu hal yang ia sendiri merasa tak nyaman untuk mengatakannya, atau mendengar suatu hal yang ia tak nyaman untuk mendengarnya, otak secara otomatis “memerintahkan” agar tubuh memberikan suatu respons dalam bentuk penenangan diri. Bentuk-bentuk yang bisa ditampakkan di antaranya berupa: 1) menyentuh wajah, 2) menyentuh leher, 3) menggosok paha, 4) menggunakan suara.
Ketika seseorang merasa tak nyaman dengan apa yang diucapkannya, kadang ia seperti melakukan gerakan refreks 1: menyentuhkan telunjuknya ke hidung, menggosok mata, melakukan sentuhan ringan ke pipi. 2: menyentuhkan satu atau beberapa jari ke bagian pinggir (kiri atau kanan) leher atau (bagi pria) bentuknya bisa dengan seolah-olah memperbaiki dasi atau memberikan rongga udara ke bagian leher; atau apabila ia tidak berdasi, ia seolah memasukkan lebih banyak udara ke leher dengan menyibakkan kerah bajunya. 3: menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya di atas kedua pahanya seolah-olah ia sedang “membersihkan” pahanya. 4: mengeluarkan suara “berdehem”, “ehm…” di tengah-tengah ceritanya untuk suatu maksud yang tak jelas/tak bermakna. Namun harus dibedakan bentuk “hmmm …” ketika ia sedang berpikir keras apa yang kemudian harus diucapkannya dengan “ehm” yang spontan, tiba-tiba, secara tak bermakna diucapkan di tengah pembicaraan. Yang spontan tak bermakna ini yang menyatakan ketidaknyamanan.
Perlu diperhatikan betul bahwa apabila seseorang menunjukkan satu atau beberapa gejala di atas, belum tentu orang tersebut berbohong! Gejala tersebut semata-mata mengindikasikan suatu “ketidaknyamanan”.
Berikut ini adalah pengalaman salah seorang penegak hukum ketika memeriksa seseorang sebagai saksi: Ketika saya sedang memeriksa seorang Ibu sebagai saksi suatu kasus penipuan, Ibu itu mengatakan, “Akhirnya anak saya (Mirna) yang menyerahkan uang tersebut.” Saya perhatikan bahwa ketika ia menyebut nama “Mirna”, ia segera menggosokkan kedua telapak tangannya ke kedua pahanya. Saya tertarik akan gejala ini, dan segera saya mengorek keterangan tentang Mirna. Akhirnya Ibu itu bercerita bahwa ia telah “menjual” anaknya tersebut. Ibu itu tidak berbohong, tetapi ia merasa tak nyaman ketika menyebut nama anaknya. Akhirnya ketidaknyamanan itulah yang mengungkapkan kasus kejahatan lainnya yang semula ia tutupi.
Jadi, hati-hatilah di dalam menyimpulkan bahasa tubuh 1) menyentuh wajah, 2) menyentuh leher, 3) menggosok paha, 4) menggunakan suara. Belum tentu itu menunjukkan kebohongan. Gejala tersebut semata-mata menunjukkan ketidaknyamanan. Gejala tersebut merupakan suatu cara refleks tubuh untuk penenangan diri. Untuk mengetahui apakah ia berbohong atau tidak, tentunya memerlukan pengamatan bahasa tubuh lainnya atau memancingnya dengan pertanyaan-pertanyaan yang bisa menjebak. Tentunya ini memerlukan kemahiran tersendiri dari sang interogator. Interogator yang berpengalaman banyak, tentu akan lebih mudah menyimpulkan apakah orang yang ditanyainya berbohong atau tidak.
Bagikan ini:
Most visitors also read :
BAKAL KERUNTUHAN SUATU JARINGAN INTELIJEN (1)
BANGGA MENJADI INTEL GADUNGAN
KEBODOHAN YANG TERTUTUPI SELEMBAR KERTAS
KEJUJURAN KAKI