Post ini terutama ditujukan bagi para siswa yang baru mengenal ilmu ekonomi. Asumsi yang digunakan adalah bahwa grafik total biaya dan total penerimaan dalam produksi suatu barang merupakan garis lurus. Materi ini sekaligus merupakan contoh penerapan persamaan garis dalam ekonomi dan bisnis.
Ditinjau dari sisi kebergantungan biaya terhadap volume produksi, terdapat dua macam biaya yaitu yang disebut denganbiaya tetap (fixed costs) dan biaya variabel (variable costs). Besarnya biaya tetap tidak bergantung pada banyaknya barang yang diproduksi, misalnya biaya sewa lahan. Banyak atau sedikitnya barang yang diproduksi, biaya sewa lahan produksi tetaplah sama. Lain halnya dengan biaya variabel. Biaya variabel bergantung pada banyaknya barang yang diproduksi, misalnya biaya bahan baku. Semakin banyak barang yang akan diproduksi, bahan baku yang diperlukan akan semakin banyak dan selanjutnya biaya untuk membeli bahan baku itu semakin banyak pula.
Apabila tidak ada biaya tetap, selama harga jual per unit melebihi biaya variabel per unit, selalu terdapat keuntungan. Sebagai contoh, apabila biaya variabel per unit adalah Rp 300 dan harga jual per unit Rp 400, maka setiap unit yang kita jual akan memberikan untung Rp 100. Tetapi pada kenyataannya biaya tetap tidak dapat dihilangkan pada praktik melakukan produksi. Dengan adanya biaya tetap ini, apabila terlalu sedikit barang yang diproduksi dan terjual, kita dapat menderita kerugian. Ada jumlah minimum yang harus diproduksi dan terjual agar kita tidak merugi. Inilah yang merupakan materi pada post kali ini.
Misalkan banyaknya barang yang diproduksi adalah Q, biaya tetap adalah F, biaya variabel adalah V, dan harga jual adalah P. Apabila diproduksi sebanyak Q unit barang, maka total biaya (C) adalah:
C = F + VQ
dan apabila semua barang tersebut terjual maka total penerimaan (R), yaitu hasil penjualan, adalah:
R = PQ
Agar produksi ini menguntungkan, haruslah berlaku R > C. Jadi,
PQ > F + VQ
PQ – VQ > F
(P – V)Q > F
Dalam hal:
Q dinamakan titik impas (break-even point, BEP)
Apabila diproduksi dan dijual sebanyak Q = F/(P – V) unit barang, maka total penerimaan atau total biaya yang terjadi adalah:
Contoh:
Dalam suatu produksi barang tertentu, biaya variabel per unitnya adalah Rp 20 dan harga jual per unitnya adalah Rp 40 Jika biaya tetap dalam produksi tersebut adalah Rp 1000, tentukanlah: a) banyaknya produk yang harus dihasilkan agar terjadi kondisi impas (break-even), b) total penerimaan pada kondisi impas tersebut, c) total biaya pada kondisi impas tersebut.
Jawab:
Pada contoh ini, V = Rp 20/unit, P = Rp 40/unit, dan F = Rp 1000
Untuk mencapai kondisi impas, gunakan rumus:
Q = 50 unit.
Jadi, agar mencapai kondisi impas, harus diproduksi 50 unit produk.
Total penerimaan pada kondisi impas adalah:
R = PQ = Rp 40/unit . 50 unit = Rp 2.000
Pada kondisi impas, total biaya = total penerimaan. Jadi, total biaya = Rp 2.000
Pada gambar di atas, titik E dinamakan titik impas (Break-even Point). Absis titik E, yaitu 50 merupakan kuantitas barang harus diproduksi agar dicapai kondisi tidak untung dan tidak rugi. Jika banyaknya barang yang diproduksi kurang dari 50, akan terjadi kerugian dan apabila lebih dari 50 akan mendapat untung/laba. Ordinat titik E, yaitu 2000, menunjukkan bahwa total penerimaan maupun total biaya pada kondisi break-even adalah Rp 2000.
ANALISIS PULANG POKOK (BREAKEVEN ANALYSIS)
Catatan pendahuluan:
Post ini terutama ditujukan bagi para siswa yang baru mengenal ilmu ekonomi. Asumsi yang digunakan adalah bahwa grafik total biaya dan total penerimaan dalam produksi suatu barang merupakan garis lurus. Materi ini sekaligus merupakan contoh penerapan persamaan garis dalam ekonomi dan bisnis.
Ditinjau dari sisi kebergantungan biaya terhadap volume produksi, terdapat dua macam biaya yaitu yang disebut dengan biaya tetap (fixed costs) dan biaya variabel (variable costs). Besarnya biaya tetap tidak bergantung pada banyaknya barang yang diproduksi, misalnya biaya sewa lahan. Banyak atau sedikitnya barang yang diproduksi, biaya sewa lahan produksi tetaplah sama. Lain halnya dengan biaya variabel. Biaya variabel bergantung pada banyaknya barang yang diproduksi, misalnya biaya bahan baku. Semakin banyak barang yang akan diproduksi, bahan baku yang diperlukan akan semakin banyak dan selanjutnya biaya untuk membeli bahan baku itu semakin banyak pula.
Apabila tidak ada biaya tetap, selama harga jual per unit melebihi biaya variabel per unit, selalu terdapat keuntungan. Sebagai contoh, apabila biaya variabel per unit adalah Rp 300 dan harga jual per unit Rp 400, maka setiap unit yang kita jual akan memberikan untung Rp 100. Tetapi pada kenyataannya biaya tetap tidak dapat dihilangkan pada praktik melakukan produksi. Dengan adanya biaya tetap ini, apabila terlalu sedikit barang yang diproduksi dan terjual, kita dapat menderita kerugian. Ada jumlah minimum yang harus diproduksi dan terjual agar kita tidak merugi. Inilah yang merupakan materi pada post kali ini.
Misalkan banyaknya barang yang diproduksi adalah Q, biaya tetap adalah F, biaya variabel adalah V, dan harga jual adalah P. Apabila diproduksi sebanyak Q unit barang, maka total biaya (C) adalah:
C = F + VQ
dan apabila semua barang tersebut terjual maka total penerimaan (R), yaitu hasil penjualan, adalah:
R = PQ
Agar produksi ini menguntungkan, haruslah berlaku R > C. Jadi,
PQ > F + VQ
PQ – VQ > F
(P – V)Q > F
Dalam hal:
Q dinamakan titik impas (break-even point, BEP)
Apabila diproduksi dan dijual sebanyak Q = F/(P – V) unit barang, maka total penerimaan atau total biaya yang terjadi adalah:
Contoh:
Dalam suatu produksi barang tertentu, biaya variabel per unitnya adalah Rp 20 dan harga jual per unitnya adalah Rp 40 Jika biaya tetap dalam produksi tersebut adalah Rp 1000, tentukanlah: a) banyaknya produk yang harus dihasilkan agar terjadi kondisi impas (break-even), b) total penerimaan pada kondisi impas tersebut, c) total biaya pada kondisi impas tersebut.
Jawab:
Pada contoh ini, V = Rp 20/unit, P = Rp 40/unit, dan F = Rp 1000
Untuk mencapai kondisi impas, gunakan rumus:
Q = 50 unit.
Jadi, agar mencapai kondisi impas, harus diproduksi 50 unit produk.
Total penerimaan pada kondisi impas adalah:
R = PQ = Rp 40/unit . 50 unit = Rp 2.000
Pada kondisi impas, total biaya = total penerimaan. Jadi, total biaya = Rp 2.000
Pada gambar di atas, titik E dinamakan titik impas (Break-even Point). Absis titik E, yaitu 50 merupakan kuantitas barang harus diproduksi agar dicapai kondisi tidak untung dan tidak rugi. Jika banyaknya barang yang diproduksi kurang dari 50, akan terjadi kerugian dan apabila lebih dari 50 akan mendapat untung/laba. Ordinat titik E, yaitu 2000, menunjukkan bahwa total penerimaan maupun total biaya pada kondisi break-even adalah Rp 2000.
File presentasi: Break-Even Analysis
Tautan sementara: Latihan Soal Penerapan Fungsi Linier dan Kuadratik dalam Bidang Ekonomi dan Bisnis
Latihan_A
Latihan_B
Bagikan ini:
Most visitors also read :
BERKENALAN DENGAN NILAI DAN VEKTOR EIGEN
DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR (SINGULAR VALUE DECOMPOSITION)
MATRIKS AKAR KUADRAT
SOAL DAN PEMBAHASAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA