Mungkin juga seorang hakim harus memutuskan suatu perkara yang mana ada suatu ketentuan undang-undang yang khusus, tetapi bila mempergunakan ketentuan yang khusus itu begitu saja terang ia akan berlaku tidak adil. Bagaimanakah dalam hal demikian? Contohnya: Di sini Prof. Mr. LIE OEN HOCK memberi contoh tentang istri beliau yang mengendarai mobil dan tabrakan. Di sini ada suatu perbuatan melanggar hukum, tetapi pihak lain juga bersalah. Apakah Nyonya LIE OEN HOCK harus membayar ganti kerugian 100%? Tentu tidak adil. Dalam hal ini dilakukan “rechtsverfijning” (penghalusan hukum). Jadi dalam hal rechtsverfijning hakim mengadakan pengecualian-pengecualian baru. Hakim, berpikir: Apakah azas dalam pasal 1365 Kitab Undang-Undang Perdata merupakan suatu ketentuan yang serba umum? Hakim lalu membuat dari ketentuan ini suatu ketentuan yang lebih umum yaitu: “Barangsiapa bersalah harus mengganti kerugian”. Dalam hal ini hakim berpikir: Nyonya LIE OEN HOCK tadi bersalah, tetapi bukan ia saja, tetapi juga lawannya; jadi tidak adil apabila Nyonya LIE OEN HOCK harus membayar ganti kerugian 100%. Jadi di sini diadakan pengecualian; tidak membayar 100%, tetapi hanya sebagian. Inilah yang disebut “rechtsverfijning”. Tetapi juga dalam hal ini hakim mencipta hukum.
LARANGAN MENYALAHGUNAKAN HAK
Satu soal lain yang terkenal dalam Ilmu Hukum yaitu “abus de droit” (larangan menyalahgunakan hak). Dalam hal ini hakim mengadakan suatu koreksi terhadap suatu ketentuan undang-undang. Contoh klasik yang dalam buku mana pun ditemui yaitu: Seperti saudara tahu, hak milik merupakan hak yang mutlak. Bila saudara mengambil kitab undang-undang saudara dan dibaca kemudian disobek, tidak ada yang menuntut. Apabila saudara pulang kuliah capai dan menukar pakaian lalu disobek, tidak ada yang melarang. Apabila saudara mempunyai rumah dan memecah jendelanya, tidak ada yang berhak menuntutnya, karena itu adalah hak milik, hak yang paling mutlak.
Lalu apakah yang terjadi? Seperti saudara-saudara tahu, di Eropa rumah-rumah berdempet-dempetan. Pemilik rumah yang satu untuk mengganggu tetangganya membuat cerobong asap supaya tetangganya tidak mempunyai pemandangan yang baik. Mahkamah Tertinggi dengan tegas memutus dalam perkara ini bahwa hal demikian tidak boleh, dan menghukum untuk menghilangkan cerobong asap yang tidak dipergunakan sebagai cerobong asap. Inilah contoh menyalahgunakan hak. Di Belgia ini dinamakan menyalahgunakan kekuasaan (“abus de puissance”).
Apa yang telah dikemukakan tadi mengenai undang-undang kita (yaitu Kitab Undang-Undang Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), keadaannya akan lebih sulit apabila memperhatikan Hukum Perdata Internasional. Hukum Perdata Internasional hanya mengenai 4 ketentuan-ketentuan penunjuk yaitu pasal 3, 16, 17 dan 18 AB. Untuk selebihnya apabila seorang hakim harus memutus perkara dalam bidang Hukum Privat Internasional, ia harus mencipta sesuatu yang baru. Umpamanya seorang Inggris mengadakan perjanjian jual-beli dengan seorang warga negara Indonesia, maka hakim harus menetapkan hukum mana yang berlaku. Bagaimana harus ditetapkan apabila antara 2 pihak terjadi perselisihan dan pembentuk undang-undang hanya mengadakan 4 pasal? Ada juga ketentuan-ketentuan yang berdiri sendiri tetapi tidak begitu penting. Dalam hal ini hakim mencipta sesuatu yang baru untuk memutus perkara-perkara.
SOAL MENEMUI HUKUM (7)
Mungkin juga seorang hakim harus memutuskan suatu perkara yang mana ada suatu ketentuan undang-undang yang khusus, tetapi bila mempergunakan ketentuan yang khusus itu begitu saja terang ia akan berlaku tidak adil. Bagaimanakah dalam hal demikian? Contohnya: Di sini Prof. Mr. LIE OEN HOCK memberi contoh tentang istri beliau yang mengendarai mobil dan tabrakan. Di sini ada suatu perbuatan melanggar hukum, tetapi pihak lain juga bersalah. Apakah Nyonya LIE OEN HOCK harus membayar ganti kerugian 100%? Tentu tidak adil. Dalam hal ini dilakukan “rechtsverfijning” (penghalusan hukum). Jadi dalam hal rechtsverfijning hakim mengadakan pengecualian-pengecualian baru. Hakim, berpikir: Apakah azas dalam pasal 1365 Kitab Undang-Undang Perdata merupakan suatu ketentuan yang serba umum? Hakim lalu membuat dari ketentuan ini suatu ketentuan yang lebih umum yaitu: “Barangsiapa bersalah harus mengganti kerugian”. Dalam hal ini hakim berpikir: Nyonya LIE OEN HOCK tadi bersalah, tetapi bukan ia saja, tetapi juga lawannya; jadi tidak adil apabila Nyonya LIE OEN HOCK harus membayar ganti kerugian 100%. Jadi di sini diadakan pengecualian; tidak membayar 100%, tetapi hanya sebagian. Inilah yang disebut “rechtsverfijning”. Tetapi juga dalam hal ini hakim mencipta hukum.
LARANGAN MENYALAHGUNAKAN HAK
Satu soal lain yang terkenal dalam Ilmu Hukum yaitu “abus de droit” (larangan menyalahgunakan hak). Dalam hal ini hakim mengadakan suatu koreksi terhadap suatu ketentuan undang-undang. Contoh klasik yang dalam buku mana pun ditemui yaitu: Seperti saudara tahu, hak milik merupakan hak yang mutlak. Bila saudara mengambil kitab undang-undang saudara dan dibaca kemudian disobek, tidak ada yang menuntut. Apabila saudara pulang kuliah capai dan menukar pakaian lalu disobek, tidak ada yang melarang. Apabila saudara mempunyai rumah dan memecah jendelanya, tidak ada yang berhak menuntutnya, karena itu adalah hak milik, hak yang paling mutlak.
Lalu apakah yang terjadi? Seperti saudara-saudara tahu, di Eropa rumah-rumah berdempet-dempetan. Pemilik rumah yang satu untuk mengganggu tetangganya membuat cerobong asap supaya tetangganya tidak mempunyai pemandangan yang baik. Mahkamah Tertinggi dengan tegas memutus dalam perkara ini bahwa hal demikian tidak boleh, dan menghukum untuk menghilangkan cerobong asap yang tidak dipergunakan sebagai cerobong asap. Inilah contoh menyalahgunakan hak. Di Belgia ini dinamakan menyalahgunakan kekuasaan (“abus de puissance”).
Apa yang telah dikemukakan tadi mengenai undang-undang kita (yaitu Kitab Undang-Undang Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), keadaannya akan lebih sulit apabila memperhatikan Hukum Perdata Internasional. Hukum Perdata Internasional hanya mengenai 4 ketentuan-ketentuan penunjuk yaitu pasal 3, 16, 17 dan 18 AB. Untuk selebihnya apabila seorang hakim harus memutus perkara dalam bidang Hukum Privat Internasional, ia harus mencipta sesuatu yang baru. Umpamanya seorang Inggris mengadakan perjanjian jual-beli dengan seorang warga negara Indonesia, maka hakim harus menetapkan hukum mana yang berlaku. Bagaimana harus ditetapkan apabila antara 2 pihak terjadi perselisihan dan pembentuk undang-undang hanya mengadakan 4 pasal? Ada juga ketentuan-ketentuan yang berdiri sendiri tetapi tidak begitu penting. Dalam hal ini hakim mencipta sesuatu yang baru untuk memutus perkara-perkara.
Bagikan ini:
Most visitors also read :
BAB I: ISTILAH HUKUM PIDANA
SUMBER-SUMBER HUKUM (25)
SUMBER-SUMBER HUKUM (24)
SUMBER-SUMBER HUKUM (23)