Tadi telah diterangkan bahwa dalam menafsirkan hakim menciptakan hukum. Akan tetapi bagaimana bila untuk suatu perkara yang harus diputus oleh hakim ia tidak menemui ketentuan undang-undang untuk perkara itu? Yang dimaksudkan yaitu suatu ketentuan tidak ditemui dalam undang-undang yang khusus diadakan oleh pembentuk undang-undang untuk peristiwa yang harus diputus. Tetapi bila ternyata ada ketentuan yang mirip dengan peristiwa yang harus diputus itu, apakah dalam hal ini ketentuan yang mirip itu dapat dipergunakan? Apakah hakim dapat mempergunakan ketentuan yang tidak khusus diadakan untuk perkara itu secara analogis?
Seperti telah dikemukakan hakim tidak boleh menolak memberi peradilan. Pasal 22 AB (Algemene Bepalingen van wetgeving) dengan tegas menyebut bahwa seorang hakim yang menolak memberi peradilan dengan alasan undang-undang tidak ada, tidak terang, tidak lengkap, dapat dituntut karena keengganan mengadili. Dengan sendirinya dengan adanya ketentuan yang mewajibkan bagi hakim supaya bagaimanapun juga memberi peradilan, dengan sendirinya hakim akan mempergunakan suatu ketentuan undang-undang yang mirip dengan perkara yang akan diputus secara analogis. Tetapi dalam hal demikian (mempergunakan undang-undang secara analogis), apakah yang telah dilakukan oleh hakim? Contohnya pasal 1576 Kitab Undang-Undang Perdata yang menetapkan sebagai berikut: “Dengan dijualnya suatu barang yang disewa suatu perjanjian sewa yang dibuat sebelumnya tidak diputuskan, kecuali apabila ini telah diperjanjikan pada waktu diadakan persewaan itu.” Jadi dengan kata-kata lain: “pembelian tidak menggugurkan suatu perjanjian sewa”, atau dalam bahasa Belandanya “koop breekt geen huur”. Akan tetapi bagaimana apabila rumah yang disewakan tidak dijual oleh pemiliknya pada orang lain, tetapi pemilik itu meninggal dunia dan rumah itu jatuh pada tangan ahli warisnya? Apakah dalam hal ini (yang berarti juga pemilik rumah bertukar) pasal 1576 tadi dapat dipergunakan? Apakah dalam hal ini persewaan juga tidak gugur? Persewaan tidak gugur! Dalam hal ini hakim mempergunakan pasal 1576 tadi secara analogis. Apakah yang dilakukan hakim? Hakim berkata: Saya mempunyai ketentuan yang khusus yaitu yang berbunyi “pembelian tidak menggugurkan persewaan”. Dari ketentuan yang khusus itu dibuat suatu ketentuan yang berlaku lebih umum. Kemudian hakim berpikir: pembelian itu apa? Tidak lain itu berarti perubahan hak milik. Jadi ia membuat ketentuan lebih umum. Dan dari ketentuan yang lebih umum ini ia memetik ketentuan khusus yang baru yang berbunyi: “Pewarisan (yang juga merupakan perubahan hak milik) tidak menggugurkan suatu persewaan”. Terang di sini hakim mencipta ketentuan khusus yang baru; ia turut mencipta hukum ((Apabila uraian mengenai pasal 1576 Kitab Undang-Undang Perdata ini, dipersilakan untuk membacanya pada catatan kuliah tahun 1959-1960 halaman 32))
Dalam hal mempergunakan suatu ketentuan undang-undang secara analogis, hakim itu telah memperluas bidang berlakunya ketentuan khusus untuk hal-hal lain. Dan ini menurut yurisprudensi tetap memang begitu. Memang ketentuan undang-undang dapat dipergunakan secara analogis. Tetapi secara sepintas lalu ingin dikemukakan, bahwa mempergunakan ketentuan undang-undang secara analogis tidak merupakan suatu cara penafsiran. Hal ini nanti akan dibicarakan lebih mendalam.
SOAL MENEMUI HUKUM (6)
Tadi telah diterangkan bahwa dalam menafsirkan hakim menciptakan hukum. Akan tetapi bagaimana bila untuk suatu perkara yang harus diputus oleh hakim ia tidak menemui ketentuan undang-undang untuk perkara itu? Yang dimaksudkan yaitu suatu ketentuan tidak ditemui dalam undang-undang yang khusus diadakan oleh pembentuk undang-undang untuk peristiwa yang harus diputus. Tetapi bila ternyata ada ketentuan yang mirip dengan peristiwa yang harus diputus itu, apakah dalam hal ini ketentuan yang mirip itu dapat dipergunakan? Apakah hakim dapat mempergunakan ketentuan yang tidak khusus diadakan untuk perkara itu secara analogis?
Seperti telah dikemukakan hakim tidak boleh menolak memberi peradilan. Pasal 22 AB (Algemene Bepalingen van wetgeving) dengan tegas menyebut bahwa seorang hakim yang menolak memberi peradilan dengan alasan undang-undang tidak ada, tidak terang, tidak lengkap, dapat dituntut karena keengganan mengadili. Dengan sendirinya dengan adanya ketentuan yang mewajibkan bagi hakim supaya bagaimanapun juga memberi peradilan, dengan sendirinya hakim akan mempergunakan suatu ketentuan undang-undang yang mirip dengan perkara yang akan diputus secara analogis. Tetapi dalam hal demikian (mempergunakan undang-undang secara analogis), apakah yang telah dilakukan oleh hakim? Contohnya pasal 1576 Kitab Undang-Undang Perdata yang menetapkan sebagai berikut: “Dengan dijualnya suatu barang yang disewa suatu perjanjian sewa yang dibuat sebelumnya tidak diputuskan, kecuali apabila ini telah diperjanjikan pada waktu diadakan persewaan itu.” Jadi dengan kata-kata lain: “pembelian tidak menggugurkan suatu perjanjian sewa”, atau dalam bahasa Belandanya “koop breekt geen huur”. Akan tetapi bagaimana apabila rumah yang disewakan tidak dijual oleh pemiliknya pada orang lain, tetapi pemilik itu meninggal dunia dan rumah itu jatuh pada tangan ahli warisnya? Apakah dalam hal ini (yang berarti juga pemilik rumah bertukar) pasal 1576 tadi dapat dipergunakan? Apakah dalam hal ini persewaan juga tidak gugur? Persewaan tidak gugur! Dalam hal ini hakim mempergunakan pasal 1576 tadi secara analogis. Apakah yang dilakukan hakim? Hakim berkata: Saya mempunyai ketentuan yang khusus yaitu yang berbunyi “pembelian tidak menggugurkan persewaan”. Dari ketentuan yang khusus itu dibuat suatu ketentuan yang berlaku lebih umum. Kemudian hakim berpikir: pembelian itu apa? Tidak lain itu berarti perubahan hak milik. Jadi ia membuat ketentuan lebih umum. Dan dari ketentuan yang lebih umum ini ia memetik ketentuan khusus yang baru yang berbunyi: “Pewarisan (yang juga merupakan perubahan hak milik) tidak menggugurkan suatu persewaan”. Terang di sini hakim mencipta ketentuan khusus yang baru; ia turut mencipta hukum ((Apabila uraian mengenai pasal 1576 Kitab Undang-Undang Perdata ini, dipersilakan untuk membacanya pada catatan kuliah tahun 1959-1960 halaman 32))
Dalam hal mempergunakan suatu ketentuan undang-undang secara analogis, hakim itu telah memperluas bidang berlakunya ketentuan khusus untuk hal-hal lain. Dan ini menurut yurisprudensi tetap memang begitu. Memang ketentuan undang-undang dapat dipergunakan secara analogis. Tetapi secara sepintas lalu ingin dikemukakan, bahwa mempergunakan ketentuan undang-undang secara analogis tidak merupakan suatu cara penafsiran. Hal ini nanti akan dibicarakan lebih mendalam.
Bagikan ini:
Most visitors also read :
BAB I: ISTILAH HUKUM PIDANA
SUMBER-SUMBER HUKUM (25)
SUMBER-SUMBER HUKUM (24)
SUMBER-SUMBER HUKUM (23)