Telah diuraikan dalam tulisan saya sebelumnya bahwa ketika konsumen melakukan pemesanan terhadap barang (misalnya bahan baku) tertentu, ia memiliki suatu harapan agar proporsi barang cacat (p) yang dihasilkan produsen tersebut, tidak melampaui nilai AQL tertentu. Jadi, yang diharapkan konsumen adalah p ≤ AQL. Namun pada kenyataannya, tidak ada jaminan bahwa proporsi barang cacat yang dihasilkanprodusen tersebut memenuhi harapan. Bisa terjadi p > AQL.
Misalnya AQL = 0,04 sedangkan kenyataan sesungguhnya p = 0,08. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah: Apakah dengan prosedur sampling yang diterapkan konsumen, bisa dipastikan bahwa lot semacam itu ditolak? Belum tentu! Karena sifat untung-untungan yang melekat pada proses sampling, bisa saja lot tersebut lolos pemeriksaan (lot tersebut diterima). Sebagai bukti, kita dapat menghitung peluang lot tersebut diterima, yaitu Pa. Anggaplah prosedur sampling yang diterapkan adalah single-sampling plan dengan n = 20 dan c = 2.
Jadi, 78,79% peluangnya konsumen menerima lot yang proporsi barang cacatnya sudah melewati AQL . Tentunya kejadian semacam ini harus dihindari sebisa mungkin. Dengan kata lain, lot-lot yang terlalu jauh melampaui AQL harus seseri ng mungkin mengalami penolakan. Dapat juga dikatakan bahwa penerimaan lot-lot yang terlalu jauh melampaui AQL harus sangat jarang terjadi (peluang terjadinya harus dibuat sekecil mungkin). Sampai p berapa baru bisa dikatakan “jauh melampaui AQL” tersebut? Apakah kalau p = 0,06, misalnya, sudah dapat dikatakan jauh melampaui AQL? Apakah kalau p = 0,08 misalnya, sudah dapat dikatakan jauh melampaui AQL? Ini terserah konsumen sampai batas mana ia mau bertoleransi apabila p sudah melampaui AQL? (Toh tidak ada jaminan bahwa produsen bisa menaati ketentuan AQL =0,04 yang tercantum pada kontrak.) Batas toleransi inilah yang dalam acceptance sampling diistilahkan dengan Lot Tolerance Percent Defective (LTPD). Nama lain dari LTPD ini adalah Rejectable Quality Level (RQL) dan Limiting Quality Level (LQL). LTPD ini adalah suatu batas maksimal toleransi yang diberikan konsumen terhadap proporsi barang cacat dalam lot. Apa artinya ini? Ini berarti bahwa apabila dalam suatu lot proporsi barang cacatnya melampaui LTPD atau sama dengan LTPD, maka kemungkinannya sangat kecil untuk diterima. Berapa peluangnya terjadi penerimaan lot yang proporsi barang cacatnya melampaui LTPD? Besarnya peluang terjadinya ini dinamakan risiko konsumen, yang biasa dilambangkan dengan β. Jadi, risiko konsumen (β) adalah peluang terjadinya kesalahan konsumen karena menerima lot yang proporsi barang cacatnya sudah melampaui LTPD atau sama dengan LTPD. Karena β ini merupakan peluang terjadinya kesalahan yang merugikan konsumen, tentunya konsumen mengharapkan nilai β yang sekecil mungkin. Bagaimana menghitung risiko konsumen ini? Perhatikan rumus berikut.
dengan p2 = LTPD
Contoh:
Dalam suatu single-sampling plan, digunakan n = 63 dan c = 5. Apabila LTPD = 15%, tentukanlah risiko konsumen dan apakah artinya hasil tersebut!
Jawab
Soal ini mempertanyakan risiko konsumen, yaitu β. Substitusikan n = 63, c = 5, dan p2 = 0,15 ke dalam rumus di atas, diperoleh:
Jadi, risiko konsumen-nya adalah 7,41%. Ini berarti bahwa 7,41% peluangnya konsumen salah dalam menerima lot yang proporsi barang cacat di dalamnya sudah melampaui LTPD.
RISIKO KONSUMEN DALAM ACCEPTANCE SAMPLING
Telah diuraikan dalam tulisan saya sebelumnya bahwa ketika konsumen melakukan pemesanan terhadap barang (misalnya bahan baku) tertentu, ia memiliki suatu harapan agar proporsi barang cacat (p) yang dihasilkan produsen tersebut, tidak melampaui nilai AQL tertentu. Jadi, yang diharapkan konsumen adalah p ≤ AQL. Namun pada kenyataannya, tidak ada jaminan bahwa proporsi barang cacat yang dihasilkan produsen tersebut memenuhi harapan. Bisa terjadi p > AQL.
Misalnya AQL = 0,04 sedangkan kenyataan sesungguhnya p = 0,08. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah: Apakah dengan prosedur sampling yang diterapkan konsumen, bisa dipastikan bahwa lot semacam itu ditolak? Belum tentu! Karena sifat untung-untungan yang melekat pada proses sampling, bisa saja lot tersebut lolos pemeriksaan (lot tersebut diterima). Sebagai bukti, kita dapat menghitung peluang lot tersebut diterima, yaitu Pa. Anggaplah prosedur sampling yang diterapkan adalah single-sampling plan dengan n = 20 dan c = 2.
Jadi, 78,79% peluangnya konsumen menerima lot yang proporsi barang cacatnya sudah melewati AQL . Tentunya kejadian semacam ini harus dihindari sebisa mungkin. Dengan kata lain, lot-lot yang terlalu jauh melampaui AQL harus seseri ng mungkin mengalami penolakan. Dapat juga dikatakan bahwa penerimaan lot-lot yang terlalu jauh melampaui AQL harus sangat jarang terjadi (peluang terjadinya harus dibuat sekecil mungkin). Sampai p berapa baru bisa dikatakan “jauh melampaui AQL” tersebut? Apakah kalau p = 0,06, misalnya, sudah dapat dikatakan jauh melampaui AQL? Apakah kalau p = 0,08 misalnya, sudah dapat dikatakan jauh melampaui AQL? Ini terserah konsumen sampai batas mana ia mau bertoleransi apabila p sudah melampaui AQL? (Toh tidak ada jaminan bahwa produsen bisa menaati ketentuan AQL =0,04 yang tercantum pada kontrak.) Batas toleransi inilah yang dalam acceptance sampling diistilahkan dengan Lot Tolerance Percent Defective (LTPD). Nama lain dari LTPD ini adalah Rejectable Quality Level (RQL) dan Limiting Quality Level (LQL). LTPD ini adalah suatu batas maksimal toleransi yang diberikan konsumen terhadap proporsi barang cacat dalam lot. Apa artinya ini? Ini berarti bahwa apabila dalam suatu lot proporsi barang cacatnya melampaui LTPD atau sama dengan LTPD, maka kemungkinannya sangat kecil untuk diterima. Berapa peluangnya terjadi penerimaan lot yang proporsi barang cacatnya melampaui LTPD? Besarnya peluang terjadinya ini dinamakan risiko konsumen, yang biasa dilambangkan dengan β. Jadi, risiko konsumen (β) adalah peluang terjadinya kesalahan konsumen karena menerima lot yang proporsi barang cacatnya sudah melampaui LTPD atau sama dengan LTPD. Karena β ini merupakan peluang terjadinya kesalahan yang merugikan konsumen, tentunya konsumen mengharapkan nilai β yang sekecil mungkin. Bagaimana menghitung risiko konsumen ini? Perhatikan rumus berikut.
dengan p2 = LTPD
Contoh:
Dalam suatu single-sampling plan, digunakan n = 63 dan c = 5. Apabila LTPD = 15%, tentukanlah risiko konsumen dan apakah artinya hasil tersebut!
Jawab
Soal ini mempertanyakan risiko konsumen, yaitu β. Substitusikan n = 63, c = 5, dan p2 = 0,15 ke dalam rumus di atas, diperoleh:
β ≈ 0,0000 + 0,0004 + 0,0022 + 0,0078 + 0,0207 + 0,0430 = 0,0741.
Jadi, risiko konsumen-nya adalah 7,41%. Ini berarti bahwa 7,41% peluangnya konsumen salah dalam menerima lot yang proporsi barang cacat di dalamnya sudah melampaui LTPD.
Bagikan ini:
Most visitors also read :
DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR (SINGULAR VALUE DECOMPOSITION)
MAXIMUM LIKELIHOOD ESTIMATOR
JARAK STATISTIKAL
SOAL DAN PEMBAHASAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA