Barangkali Anda sudah tak asing lagi dengan kata penelitian (dalam bahasa Inggris: research, kadangkala di-Indonesiakan menjadi riset). Kata itu sering kita dengar dan sebenarnya sudah menjadi keseharian kehidupan kita. Selama kita merasa memiliki suatu masalah dan ingin berpartisipasi menyelesaikan masalah itu, kita akan melakukan penelitian. Sebagai contoh sederhana, ketika kita akan bepergian menuju suatu tempat yang agak jauh di musim hujan. Masalah yang dihadapi adalah ada satu tempat tujuan yang harus dikunjungi, di sisi lain ada hambatan yaitu musim hujan yang mengakibatkan macet dan banjir di beberapa ruas jalan menuju tempat tujuan kita. Apabila kita ingin tiba di tempat itu dengan selamat, maka kita melakukan berbagai upaya. Misalnya sebelum berangkat kita menjalankan aplikasi Google Map untuk mengetahui ruas-ruas jalan yang macet. Barangkali juga kita mencari informasi di media sosial tepercaya untuk mengetahui informasi-informasi penting yang dapat menghindarkan kita dari hambatan lain yang mungkin. Berdasarkan semua informasi yang didapatkan baru kemudian kita membuat rencana pemilihan rute menuju tempat tujuan kita. Itulah contoh penelitian sehari-hari yang mungkin biasa kita lakukan.
Lantas apakah penelitian itu? Apabila kita coba telusuri kata tersebut dalam bahasa Inggris, research, kata tersebut dapat diterjemahkan sebagai “pencarian kembali” atau pencarian secara berulang-ulang. Apakah ini yang diartikan sebagai “penelitian” dalam judul tulisan ini “pengantar metode penelitian komunikasi”? Sebagaimana yang dapat Anda simpulkan nanti setelah membaca keseluruhan tulisan ini, memang pada dalam penelitian di bidang komunikasi (demikian juga penelitian ilmiah lain di bidang lain) kesimpulan/jawaban yang diberikan penelitian tersebut dapat mengundang pertanyaan atau masalah baru yang memerlukan penelitian baru lagi. Kegiatan “tanya-jawab” ini tidak akan berhenti selama manusia tidak kehilangan rasa ingin tahunya mengenai suatu hal yang dianggapnya menarik untuk diteliti. “Penelitian” yang dimaksudkan dalam konteks ini adalah penelitian ilmiah (scientific research), jadi bukan penelitian dalam arti yang umum yang biasa dilakukan dalam keseharian. Baik akan saya kemukakan beberapa definisi penelitian dari berbagai literatur.
Oxford Advanced Learner’s Dictionary edisi ke-9 mengartikan penelitian (= research) sebagai “a careful study of a subject, especially in order to discover new facts or information about it”, suatu pembelajaran yang cermat mengenai suatu permasalahan, khususnya untuk menemukan kenyataan-kenyataan baru atau informasi baru mengenai permasalahan tersebut. Selanjutnya, Wimmer&Dominick (2011) menyatakan secara sederhana bahwa penelitian adalah suatu upaya untuk menemukan sesuatu. Wimmer dan Dominick selanjutnya menerangkan bahwa penelitian dapat dilakukan dengan cara yang sangat tidak formal (tidak atau sedikit menggunakan rencana atau langkah-langkah spesifik) atau cara yang formal (menaati prosedur yang terdefinisi dengan baik dan memerlukan upaya yang banyak dan perhatian akan hal-hal terperinci). Mereka pun mendefinisikan “penelitian ilmiah” sebagai analisis empiris kualitatif atau kuantitatif terhadap satu atau beberapa variabel yang dilakukan dengan terorganisir, objektif, dan terkendali. Demikian pun Neuman (2000) menyatakan bahwa penelitian merupakan suatu cara menemukan jawaban terhadap suatu pertanyaan. Selanjutnya ia menyatakan bahwa penelitian sosial adalah sekumpulan metode yang digunakan secara sistematis untuk menghasilkan pengetahuan.
Dari pengertian-pengertian di atas, kita lihat bahwa ada kemiripan antara pendapat Wimmer dan Neuman dalam hal mereka membedakan dua jenis penelitian. Yang pertama, yang disebut Wimmer sebagai penelitian yang “tidak formal” dan yang disebut Neuman sebagai “menemukan jawaban terhadap suatu pertanyaan”. Yang dimaksudkan di sini adalah penelitian yang dilakukan dalam keseharian kita. Dalam kehidupan sehari-hari kita bisa mendapatkan jawaban atas pertanyaan atau masalah kita dengan beberapa cara, misalnya 1) metode kegigihan (tenacity), 2) pengetahuan yang umum disepakati (seperti tradisi dan otoritas), pengalaman pribadi (personal experience), intuisi, dan mitos media. Yang kedua dinamakan penelitian ilmiah (scientific research). Penelitian jenis inilah yang dimaksud dalam judul tulisan ini.
Metode kegigihan
Orang yang menggunakan metode ini menjadikan hal yang sudah sejak awal dipercayainya benar sebagai standar kebenaran. Orang tersebut secara gigih mempertahankan kepercayaan yang sudah diyakininya benar dan menolak kepercayaan mana pun yang pernah ditolaknya. Yang menjadi asumsi metode ini adalah “tiada satu pun yang berubah”. Apa yang benar di masa lalu, akan benar juga di masa mendatang. Apa yang baik di masa lalu, akan baik juga di masa mendatang. Misalnya Pak Budi (yang menggunakan metode ini) memercayai bahwa semua iklan itu bohong. Kemudian muncul iklan shampoo di televisi menayangkan bahwa shampoo tersebut dapat membasmi ketombe. Lalu kita bertanya kepadanya apakah benar shampoo tersebut bisa menghabiskan ketombe. Tanpa berlama-lama Pak Budi menjawab bahwa itu bohong. Dalam hal ini Pak Budi menganggap bahwa apa yang sebelumnya telah ia anggap benar (yaitu semua iklan bohong) akan benar selamanya.
Metode otoritas
Dalam hal ini pencari kebenaran mencari jawaban atas pertanyaannya dari suatu sumber yang ia percaya. Sumber ini tentunya kita anggap lebih mengetahui daripada si pencari kebenaran. Dalam metode ini, bagaimana atau dari mana sumber mengetahui kebenaran tidak menjadi masalah. Penekanannya adalah si pencari kebenaran memercayai bahwa sumber tersebut akan memberikan jawaban yang benar. Misalnya Pak Budi ingin mengetahui apakah benar merokok membahayakan paru-paru dan ia percaya bahwa dokter Andi yang merupakan spesialis paru-paru dapat memberikan jawaban yang benar. Bertanyalah ia kepada dokter Andi tentang hal tersebut. Dalam hal ini Pak Budi menggunakan metode otoritas dalam mencari kebenaran.
Tradisi
Menurut Neuman (2000) tradisi merupakan suatu bentuk khusus dari otoritas; tradisi merupakan otoritas masa lalu. Tradisi berarti kita menerima sesuatu (sebagai benar) karena memang di masa lalu itu benar dan demikian juga sekarang. Sebagai contoh, saya memercayai bahwa batuk biasa (bukan batuk tuberkulosis ataupun bronkhitis) dapat diobati dengan meminum secara berkala sejumlah kecap dicampur dengan jeruk nipis. Saya tahu hal tersebut dari ibu saya dan ibu saya tahu itu dari nenek saya. Hal ini diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Pengalaman pribadi
Mendapatkan kebenaran dengan cara ini didasarkan pada ungkapan “Seeing is believing”. Dalam hal ini, kita menganggap benar atau salahnya sesuatu berdasarkan apa yang kita alami sendiri atau kita lihat sendiri. Misalnya seseorang pernah mengalami sendiri bahwa makan kerupuk aci setelah merasakan pedas mengakibatkan berkurangnya rasa pedas. Jika setelah pengalaman itu ia meyakini bahwa memang benar kerupuk aci merupakan obat pedas, maka “pengetahuan”-nya itu didasarkan pada pengalaman pribadi.
Intuisi
Menurut Oxford Advanced Learner’s Dictionary edisi ke-9, intuisi adalah kemampuan untuk mengetahui sesuatu lebih menggunakan perasaan daripada mempertimbangkan fakta-fakta. Kamus tersebut juga mengartikan intuisi sebagai suatu gagasan atau perasaan kuat bahwa sesuatu itu benar walaupun kita tidak dapat menyebutkan alasannya. Wimmer&Dominick (2011) menyatakan bahwa dalam metode intuisi, seseorang menganggap sesuatu benar karena itu terbukti dengan sendirinya (self-evident) atau hal tersebut jelas bagi orang berakal sehat yang memikirkannya. Definisi-definisi yang diberikan tersebut “sepakat” bahwa hal yang diketahuinya benar tersebut tidak dapat dijelaskan (secara rasional). Jika seseorang mengetahui suatu hal tanpa melalui proses pengambilan kesimpulan secara rasional/masuk akal dan hal tersebut memang tidak dapat dijelaskan secara rasional maka orang tersebut mengetahui hal tersebut dengan intuisi. Ketika seorang pedagang keliling kebingungan mencari di mana barangnya akan laku keras dan kemudian tiba-tiba ia mempunyai perasaan kuat bahwa ia harus berjalan menuju arah utara dan ternyata memang barang dagangannya laku keras di utara, maka pedagang tersebut mengetahui titik ramai tersebut dengan cara intuisi.
Mitos media
Pertunjukan televisi, bioskop, surat kabar dan artikel majalah merupakan sumber lain untuk mendapatkan kebenaran. Namun tentunya kita pada umumnya tidak mengetahui dari mana media tersebut mengetahui kebenaran hal yang disajikannya. Misalnya suatu film mengisahkan seorang psikopat. Dari manakah penulis cerita mengetahui bagaimana perilaku psikopat di masyarakat? Apakah ia mengetahuinya dari pengalaman pribadi atau dari otoritas atau dengan metode kegigihan? Apalagi film memiliki hiburan sebagai salah satu tujuannya.
Penelitian komunikasi sebagaimana dimaksud dalam judul tulisan ini bukanlah penelitian yang dilakukan dalam keseharian kita seperti cara-cara tersebut di atas, melainkan penelitian ilmiah, yaitu penelitian yang menggunakan metode ilmiah dalam pelaksanaannya. Tentang metode ilmiah yang dimaksud dapat dibaca pada tulisan saya berikutnya: Pengantar Metode Penelitian Komunikasi (2)
PENGANTAR METODE PENELITIAN KOMUNIKASI (1)
Barangkali Anda sudah tak asing lagi dengan kata penelitian (dalam bahasa Inggris: research, kadangkala di-Indonesiakan menjadi riset). Kata itu sering kita dengar dan sebenarnya sudah menjadi keseharian kehidupan kita. Selama kita merasa memiliki suatu masalah dan ingin berpartisipasi menyelesaikan masalah itu, kita akan melakukan penelitian. Sebagai contoh sederhana, ketika kita akan bepergian menuju suatu tempat yang agak jauh di musim hujan. Masalah yang dihadapi adalah ada satu tempat tujuan yang harus dikunjungi, di sisi lain ada hambatan yaitu musim hujan yang mengakibatkan macet dan banjir di beberapa ruas jalan menuju tempat tujuan kita. Apabila kita ingin tiba di tempat itu dengan selamat, maka kita melakukan berbagai upaya. Misalnya sebelum berangkat kita menjalankan aplikasi Google Map untuk mengetahui ruas-ruas jalan yang macet. Barangkali juga kita mencari informasi di media sosial tepercaya untuk mengetahui informasi-informasi penting yang dapat menghindarkan kita dari hambatan lain yang mungkin. Berdasarkan semua informasi yang didapatkan baru kemudian kita membuat rencana pemilihan rute menuju tempat tujuan kita. Itulah contoh penelitian sehari-hari yang mungkin biasa kita lakukan.
Lantas apakah penelitian itu? Apabila kita coba telusuri kata tersebut dalam bahasa Inggris, research, kata tersebut dapat diterjemahkan sebagai “pencarian kembali” atau pencarian secara berulang-ulang. Apakah ini yang diartikan sebagai “penelitian” dalam judul tulisan ini “pengantar metode penelitian komunikasi”? Sebagaimana yang dapat Anda simpulkan nanti setelah membaca keseluruhan tulisan ini, memang pada dalam penelitian di bidang komunikasi (demikian juga penelitian ilmiah lain di bidang lain) kesimpulan/jawaban yang diberikan penelitian tersebut dapat mengundang pertanyaan atau masalah baru yang memerlukan penelitian baru lagi. Kegiatan “tanya-jawab” ini tidak akan berhenti selama manusia tidak kehilangan rasa ingin tahunya mengenai suatu hal yang dianggapnya menarik untuk diteliti. “Penelitian” yang dimaksudkan dalam konteks ini adalah penelitian ilmiah (scientific research), jadi bukan penelitian dalam arti yang umum yang biasa dilakukan dalam keseharian. Baik akan saya kemukakan beberapa definisi penelitian dari berbagai literatur.
Oxford Advanced Learner’s Dictionary edisi ke-9 mengartikan penelitian (= research) sebagai “a careful study of a subject, especially in order to discover new facts or information about it”, suatu pembelajaran yang cermat mengenai suatu permasalahan, khususnya untuk menemukan kenyataan-kenyataan baru atau informasi baru mengenai permasalahan tersebut. Selanjutnya, Wimmer&Dominick (2011) menyatakan secara sederhana bahwa penelitian adalah suatu upaya untuk menemukan sesuatu. Wimmer dan Dominick selanjutnya menerangkan bahwa penelitian dapat dilakukan dengan cara yang sangat tidak formal (tidak atau sedikit menggunakan rencana atau langkah-langkah spesifik) atau cara yang formal (menaati prosedur yang terdefinisi dengan baik dan memerlukan upaya yang banyak dan perhatian akan hal-hal terperinci). Mereka pun mendefinisikan “penelitian ilmiah” sebagai analisis empiris kualitatif atau kuantitatif terhadap satu atau beberapa variabel yang dilakukan dengan terorganisir, objektif, dan terkendali. Demikian pun Neuman (2000) menyatakan bahwa penelitian merupakan suatu cara menemukan jawaban terhadap suatu pertanyaan. Selanjutnya ia menyatakan bahwa penelitian sosial adalah sekumpulan metode yang digunakan secara sistematis untuk menghasilkan pengetahuan.
Dari pengertian-pengertian di atas, kita lihat bahwa ada kemiripan antara pendapat Wimmer dan Neuman dalam hal mereka membedakan dua jenis penelitian. Yang pertama, yang disebut Wimmer sebagai penelitian yang “tidak formal” dan yang disebut Neuman sebagai “menemukan jawaban terhadap suatu pertanyaan”. Yang dimaksudkan di sini adalah penelitian yang dilakukan dalam keseharian kita. Dalam kehidupan sehari-hari kita bisa mendapatkan jawaban atas pertanyaan atau masalah kita dengan beberapa cara, misalnya 1) metode kegigihan (tenacity), 2) pengetahuan yang umum disepakati (seperti tradisi dan otoritas), pengalaman pribadi (personal experience), intuisi, dan mitos media. Yang kedua dinamakan penelitian ilmiah (scientific research). Penelitian jenis inilah yang dimaksud dalam judul tulisan ini.
Metode kegigihan
Orang yang menggunakan metode ini menjadikan hal yang sudah sejak awal dipercayainya benar sebagai standar kebenaran. Orang tersebut secara gigih mempertahankan kepercayaan yang sudah diyakininya benar dan menolak kepercayaan mana pun yang pernah ditolaknya. Yang menjadi asumsi metode ini adalah “tiada satu pun yang berubah”. Apa yang benar di masa lalu, akan benar juga di masa mendatang. Apa yang baik di masa lalu, akan baik juga di masa mendatang. Misalnya Pak Budi (yang menggunakan metode ini) memercayai bahwa semua iklan itu bohong. Kemudian muncul iklan shampoo di televisi menayangkan bahwa shampoo tersebut dapat membasmi ketombe. Lalu kita bertanya kepadanya apakah benar shampoo tersebut bisa menghabiskan ketombe. Tanpa berlama-lama Pak Budi menjawab bahwa itu bohong. Dalam hal ini Pak Budi menganggap bahwa apa yang sebelumnya telah ia anggap benar (yaitu semua iklan bohong) akan benar selamanya.
Metode otoritas
Dalam hal ini pencari kebenaran mencari jawaban atas pertanyaannya dari suatu sumber yang ia percaya. Sumber ini tentunya kita anggap lebih mengetahui daripada si pencari kebenaran. Dalam metode ini, bagaimana atau dari mana sumber mengetahui kebenaran tidak menjadi masalah. Penekanannya adalah si pencari kebenaran memercayai bahwa sumber tersebut akan memberikan jawaban yang benar. Misalnya Pak Budi ingin mengetahui apakah benar merokok membahayakan paru-paru dan ia percaya bahwa dokter Andi yang merupakan spesialis paru-paru dapat memberikan jawaban yang benar. Bertanyalah ia kepada dokter Andi tentang hal tersebut. Dalam hal ini Pak Budi menggunakan metode otoritas dalam mencari kebenaran.
Tradisi
Menurut Neuman (2000) tradisi merupakan suatu bentuk khusus dari otoritas; tradisi merupakan otoritas masa lalu. Tradisi berarti kita menerima sesuatu (sebagai benar) karena memang di masa lalu itu benar dan demikian juga sekarang. Sebagai contoh, saya memercayai bahwa batuk biasa (bukan batuk tuberkulosis ataupun bronkhitis) dapat diobati dengan meminum secara berkala sejumlah kecap dicampur dengan jeruk nipis. Saya tahu hal tersebut dari ibu saya dan ibu saya tahu itu dari nenek saya. Hal ini diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Pengalaman pribadi
Mendapatkan kebenaran dengan cara ini didasarkan pada ungkapan “Seeing is believing”. Dalam hal ini, kita menganggap benar atau salahnya sesuatu berdasarkan apa yang kita alami sendiri atau kita lihat sendiri. Misalnya seseorang pernah mengalami sendiri bahwa makan kerupuk aci setelah merasakan pedas mengakibatkan berkurangnya rasa pedas. Jika setelah pengalaman itu ia meyakini bahwa memang benar kerupuk aci merupakan obat pedas, maka “pengetahuan”-nya itu didasarkan pada pengalaman pribadi.
Intuisi
Menurut Oxford Advanced Learner’s Dictionary edisi ke-9, intuisi adalah kemampuan untuk mengetahui sesuatu lebih menggunakan perasaan daripada mempertimbangkan fakta-fakta. Kamus tersebut juga mengartikan intuisi sebagai suatu gagasan atau perasaan kuat bahwa sesuatu itu benar walaupun kita tidak dapat menyebutkan alasannya. Wimmer&Dominick (2011) menyatakan bahwa dalam metode intuisi, seseorang menganggap sesuatu benar karena itu terbukti dengan sendirinya (self-evident) atau hal tersebut jelas bagi orang berakal sehat yang memikirkannya. Definisi-definisi yang diberikan tersebut “sepakat” bahwa hal yang diketahuinya benar tersebut tidak dapat dijelaskan (secara rasional). Jika seseorang mengetahui suatu hal tanpa melalui proses pengambilan kesimpulan secara rasional/masuk akal dan hal tersebut memang tidak dapat dijelaskan secara rasional maka orang tersebut mengetahui hal tersebut dengan intuisi. Ketika seorang pedagang keliling kebingungan mencari di mana barangnya akan laku keras dan kemudian tiba-tiba ia mempunyai perasaan kuat bahwa ia harus berjalan menuju arah utara dan ternyata memang barang dagangannya laku keras di utara, maka pedagang tersebut mengetahui titik ramai tersebut dengan cara intuisi.
Mitos media
Pertunjukan televisi, bioskop, surat kabar dan artikel majalah merupakan sumber lain untuk mendapatkan kebenaran. Namun tentunya kita pada umumnya tidak mengetahui dari mana media tersebut mengetahui kebenaran hal yang disajikannya. Misalnya suatu film mengisahkan seorang psikopat. Dari manakah penulis cerita mengetahui bagaimana perilaku psikopat di masyarakat? Apakah ia mengetahuinya dari pengalaman pribadi atau dari otoritas atau dengan metode kegigihan? Apalagi film memiliki hiburan sebagai salah satu tujuannya.
Penelitian komunikasi sebagaimana dimaksud dalam judul tulisan ini bukanlah penelitian yang dilakukan dalam keseharian kita seperti cara-cara tersebut di atas, melainkan penelitian ilmiah, yaitu penelitian yang menggunakan metode ilmiah dalam pelaksanaannya. Tentang metode ilmiah yang dimaksud dapat dibaca pada tulisan saya berikutnya: Pengantar Metode Penelitian Komunikasi (2)
Bagikan ini:
Most visitors also read :
KESALAHAN SANG PROFESOR
TAFSIRAN GEOMETRIS KOMPONEN UTAMA
KOMPONEN UTAMA POPULASI (POPULATION PRINCIPAL COMPONENTS)
PENELITIAN KOMUNIKASI DENGAN PENDEKATAN POSMODERNISME