Hal ini berlainan dengan kaidah-kaidah kesopanan, kaidah-kaidah kesusilaan dan kaidah-kaidah keagamaan. Apabila saudara pergi pada suatu pesta dansa dan di sana ada lain-lain pria dan wanita, lalu seorang wanita setelah mendengar musik berdiri dan pergi pada salah seorang pria dan minta berdansa (padahal belum dikenal), maka bagi Prof. LIE OEN HOCK hal ini melanggar kaidah kesopanan (kecuali dalam hal “schrikkeldans”). Tetapi bila toch ada seorang wanita yang berbuat demikian, tidak seorang pun yang berhak melarang. Paling banyak orang-orang (laki-laki) tidak suka bergaul dengan wanita itu dan tidak akan dibawa ke pesta lain lagi karena memalukan. Demikian juga halnya bila saudara menonton bioskop dan membuka sepatu.
Sanksinya terhadap hal-hal di atas yaitu pencelaan dan pengasingan. Dan lebih hebat pencelaan itu bila yang dilanggar kaidah-kaidah kesusilaan. Bila seorang teman saudara berbuat sesuatu yang mesum, atau membunuh orang lain, atau mencuri sesuatu, terang orang-orang lain tidak suka bergaul dengan dia.
Selain daripada itu ada hukuman lain daripada pencelaan dan pengasingan bagi orang yang melanggar kaidah-kaidah kesusilaan, yaitu perasaan menyesal dan perasaan menyesal diri sendiri. Dan ini mungkin merupakan penghukuman yang lebih hebat daripada pencelaan dan pengasingan.
Bagaimana kalau kaidah-kaidah keagamaan dilanggar? Kecuali sanksi-sanksi untuk kaidah-kaidah kesopanan dan kesusilaan, masih ada hukuman Allah di akhirat atau di dunia ini.
Memang, apabila kaidah-kaidah itu ditaati oleh anggota-anggota suatu masyarakat, maka memang kepentingan-kepentingan manusia untuk SEBAGIAN BESAR akan terlindung. Di sini dengan nyata atau dengan tegas diterangkan: SEBAGIAN BESAR; jadi tidak semua. Jadi, bila taat pada kaidah-kaidah itu, maka tidak semua kepentingan-kepentingan dilindungi, tetapi hanya sebagian besar. Karena apa? Karena ada kepentingan-kepentingan lain yang tidak dilindungi oleh kaidah-kaidah itu, atau tidak cukup dilindungi. Dalam hal ini perlindungan atau jaminan untuk 100% tidak mungkin.
Tidak ada suatu kaidah keagamaan, kaidah kesusilaan atau kaidah kesopanan yang menuntut bahwa orang di jalan raya harus berjalan di sebelah kiri. Tidak ada kaidah keagamaan, kaidah kesusilaan atau kaidah kesopanan yang melarang seorang majikan mencatat alasan pemberhentian seorang buruh di dalam surat pemberhentiannya.
Tetapi apabila seseorang dapat berjalan semau-maunya di jalan besar, maka terang kepentingan-kepentingan seorang pengendara mobil atau seorang pengendara sepeda motor atau seorang pengendara becak akan tidak terjamin; karena adalah kepentingan pengemudi mobil untuk dapat berjalan cepat dengan tidak dihalang-halangi. Demikian pula apabila seorang majikan dapat mencatat dalam surat pemberhentian alasan dari pemberhentian seorang pekerja (misalnya seorang pekerja dihentikan karena ia mencuri, menggelapkan atau telah berbuat mesum dengan anak majikannya), maka itu akan berarti kepentingan pekerja tidak akan terjamin. Karena dengan demikian akan sangat sulit bagi pekerja tadi untuk mendapat pekerjaan lain; mungkin tidak akan dapat.
KAIDAH HUKUM vs KAIDAH LAIN (2)
Hal ini berlainan dengan kaidah-kaidah kesopanan, kaidah-kaidah kesusilaan dan kaidah-kaidah keagamaan. Apabila saudara pergi pada suatu pesta dansa dan di sana ada lain-lain pria dan wanita, lalu seorang wanita setelah mendengar musik berdiri dan pergi pada salah seorang pria dan minta berdansa (padahal belum dikenal), maka bagi Prof. LIE OEN HOCK hal ini melanggar kaidah kesopanan (kecuali dalam hal “schrikkeldans”). Tetapi bila toch ada seorang wanita yang berbuat demikian, tidak seorang pun yang berhak melarang. Paling banyak orang-orang (laki-laki) tidak suka bergaul dengan wanita itu dan tidak akan dibawa ke pesta lain lagi karena memalukan. Demikian juga halnya bila saudara menonton bioskop dan membuka sepatu.
Sanksinya terhadap hal-hal di atas yaitu pencelaan dan pengasingan. Dan lebih hebat pencelaan itu bila yang dilanggar kaidah-kaidah kesusilaan. Bila seorang teman saudara berbuat sesuatu yang mesum, atau membunuh orang lain, atau mencuri sesuatu, terang orang-orang lain tidak suka bergaul dengan dia.
Selain daripada itu ada hukuman lain daripada pencelaan dan pengasingan bagi orang yang melanggar kaidah-kaidah kesusilaan, yaitu perasaan menyesal dan perasaan menyesal diri sendiri. Dan ini mungkin merupakan penghukuman yang lebih hebat daripada pencelaan dan pengasingan.
Bagaimana kalau kaidah-kaidah keagamaan dilanggar? Kecuali sanksi-sanksi untuk kaidah-kaidah kesopanan dan kesusilaan, masih ada hukuman Allah di akhirat atau di dunia ini.
Memang, apabila kaidah-kaidah itu ditaati oleh anggota-anggota suatu masyarakat, maka memang kepentingan-kepentingan manusia untuk SEBAGIAN BESAR akan terlindung. Di sini dengan nyata atau dengan tegas diterangkan: SEBAGIAN BESAR; jadi tidak semua. Jadi, bila taat pada kaidah-kaidah itu, maka tidak semua kepentingan-kepentingan dilindungi, tetapi hanya sebagian besar. Karena apa? Karena ada kepentingan-kepentingan lain yang tidak dilindungi oleh kaidah-kaidah itu, atau tidak cukup dilindungi. Dalam hal ini perlindungan atau jaminan untuk 100% tidak mungkin.
Tidak ada suatu kaidah keagamaan, kaidah kesusilaan atau kaidah kesopanan yang menuntut bahwa orang di jalan raya harus berjalan di sebelah kiri. Tidak ada kaidah keagamaan, kaidah kesusilaan atau kaidah kesopanan yang melarang seorang majikan mencatat alasan pemberhentian seorang buruh di dalam surat pemberhentiannya.
Tetapi apabila seseorang dapat berjalan semau-maunya di jalan besar, maka terang kepentingan-kepentingan seorang pengendara mobil atau seorang pengendara sepeda motor atau seorang pengendara becak akan tidak terjamin; karena adalah kepentingan pengemudi mobil untuk dapat berjalan cepat dengan tidak dihalang-halangi. Demikian pula apabila seorang majikan dapat mencatat dalam surat pemberhentian alasan dari pemberhentian seorang pekerja (misalnya seorang pekerja dihentikan karena ia mencuri, menggelapkan atau telah berbuat mesum dengan anak majikannya), maka itu akan berarti kepentingan pekerja tidak akan terjamin. Karena dengan demikian akan sangat sulit bagi pekerja tadi untuk mendapat pekerjaan lain; mungkin tidak akan dapat.
Bagikan ini:
Most visitors also read :
BAB I: ISTILAH HUKUM PIDANA
SUMBER-SUMBER HUKUM (25)
SUMBER-SUMBER HUKUM (24)
SUMBER-SUMBER HUKUM (23)