Apakah akibat dari Teori Kedaulatan Hukum ini? Tidak lain daripada bermacam-macam kaidah yang sama banyak yaitu sama banyak kaidah-kaidah dengan banyaknya keinsyafan-keinsyafan keadilan. Dan terang ini tidak mungkin. Masyarakat membutuhkan kesatuan kaidah-kaidah hukum. Hukum harus sama untuk semua anggota masyarakat. Ini merupakan syarat mutlak, merupakan suatu conditio qua non untuk mencapai tujuan hukum yaitu melindungi kepentingan-kepentingan, dan dengan demikian memperoleh suatu masyarakat teratur. Dan ini berarti bahwa persatuan kaidah-kaidah hukum adalah lebih penting daripada isinya kaidah-kaidah hukum itu. Dan ini mungkin berarti bahwa kita harus melepaskan suatu kaidah yang isinya adalah lebih baik dan adil daripada yang lain demi kepentingan kesatuan kaidah-kaidah.
Seperti telah dikemukakan, keinsyafan keadilan para individu tidak sama. Dan untuk memperoleh kesatuan hukum kita harus memilih kaidah-kaidah itu dengan bermacam-macam isi hukum. Juga KRABBE mengerti hal ini; hanya timbul pertanyaan: Bagaimanakah harus melakukan pemilihan itu? Dan KRABBE menjawab pertanyaan itu (dan di sinilah letak kekeliruan KRABBE) sebagai berikut:
KRABBE berpangkal pada kesamaan derajat individu yang ikut serta membentuk hukum; atau dengan kata-kata lain kesamaan kualitas keinsyafan keadilan pada semua orang. Dan dengan demikian bagi KRABBE soalnya adalah gampang. Jadi kata KRABBE, kita harus memilih kaidah yang disetujui oleh orang terbanyak yang ikut serta membentuk hukum. Karena justru dari suara terbanyak terbukti bahwa kaidah-kaidah yang bersangkutan itu merupakan suatu kaidah kemasyarakatan, yaitu suatu kaidah hukum.
Hukum, kata KRABBE, tidak lain daripada apa yang sesuai dengan keinsyafan keadilan terbanyak daripada orang-orang yang ikut serta mencipta hukum. Dan dengan jumlah terbanyak itu dimaksudkan oleh KRABBE jumlah terbanyak mutlak. Dan ini berarti, kata KRABBE, bahwa undang-undang tidak mempunyai kekuatan mengikat lagi apabila isinya tidak sesuai lagi dengan keinsyafan keadilan jumlah terbanyak mutlak itu. Undang-undang semacam itu tidak mengikat lagi seorang warga. Sedang hakim dan pejabat umum lain harus tidak mempergunakannya lagi.
Akan tetapi seperti telah dikemukakan, hal ini tidak mungkin, berhubung pasal 20 Algemene Bepalingen van Wetgeving yang menetapkan bahwa seorang hakim harus memberi peradilan menurut undang-undang dan kecuali apa yang ditetapkan dalam pasal 11 Algemene Bepalingen van Wetgeving, hakim sekali-kali tidak boleh mempertimbangkan nilai batin atau adil tidak adilnya nilai undang-undang.
Dengan sendirinya bagi Prof. Mr. H. KRABBE pasal 20 Algemene Bepalingen van Wetgeving (A.B.) tidak merupakan hukum.
=== oOo ===
“DE STERKSTE STRUIKEN GROEIEN OP DE HARDSTF GROND”
Seperti telah diterangkan, menurut Prof. Mr. H. KRABBE, hukum tidak lain daripada apa yang sesuai dengan keinsyafan keadilan terbanyak pada orang-orang yang ikut serta mencipta hukum; dan bahwa dengan jumlah terbanyak dimaksudkan oleh KRABBE jumlah terbanyak mutlak. Bagi KRABBE ini berarti, suatu undang-undang tidak mempunyai kekuatan mengikat apabila isinya tidak sesuai dengan keinsyafan keadilan jumlah terbanyak mutlak itu. Dan undang-undang semacam ini tidak mengikat lagi seorang warga; dan hakim serta pejabat-pejabat umum lain harus tidak mempergunakan ketentuan-ketentuan undang-undang semacam itu. Tetapi seperti telah dikemukakan, ini tidak mungkin, berhubung dengan pasal 22 A. B. Pasal 22 A. B. itu menetapkan, bahwa seorang hakim harus memberi peradilan menurut undang-undang. Kecuali dalam hal yang ditetapkan dalam pasal 11 A. B., hakim sekali-kali tidak boleh mempertimbangkan nilai batin atau adil tidak adilnya suatu undang-undang. Tetapi bagi KRABBE pasal 22 A. B. tidak merupakan hukum.
FILSAFAT HUKUM (8)
Apakah akibat dari Teori Kedaulatan Hukum ini? Tidak lain daripada bermacam-macam kaidah yang sama banyak yaitu sama banyak kaidah-kaidah dengan banyaknya keinsyafan-keinsyafan keadilan. Dan terang ini tidak mungkin. Masyarakat membutuhkan kesatuan kaidah-kaidah hukum. Hukum harus sama untuk semua anggota masyarakat. Ini merupakan syarat mutlak, merupakan suatu conditio qua non untuk mencapai tujuan hukum yaitu melindungi kepentingan-kepentingan, dan dengan demikian memperoleh suatu masyarakat teratur. Dan ini berarti bahwa persatuan kaidah-kaidah hukum adalah lebih penting daripada isinya kaidah-kaidah hukum itu. Dan ini mungkin berarti bahwa kita harus melepaskan suatu kaidah yang isinya adalah lebih baik dan adil daripada yang lain demi kepentingan kesatuan kaidah-kaidah.
Seperti telah dikemukakan, keinsyafan keadilan para individu tidak sama. Dan untuk memperoleh kesatuan hukum kita harus memilih kaidah-kaidah itu dengan bermacam-macam isi hukum. Juga KRABBE mengerti hal ini; hanya timbul pertanyaan: Bagaimanakah harus melakukan pemilihan itu? Dan KRABBE menjawab pertanyaan itu (dan di sinilah letak kekeliruan KRABBE) sebagai berikut:
KRABBE berpangkal pada kesamaan derajat individu yang ikut serta membentuk hukum; atau dengan kata-kata lain kesamaan kualitas keinsyafan keadilan pada semua orang. Dan dengan demikian bagi KRABBE soalnya adalah gampang. Jadi kata KRABBE, kita harus memilih kaidah yang disetujui oleh orang terbanyak yang ikut serta membentuk hukum. Karena justru dari suara terbanyak terbukti bahwa kaidah-kaidah yang bersangkutan itu merupakan suatu kaidah kemasyarakatan, yaitu suatu kaidah hukum.
Hukum, kata KRABBE, tidak lain daripada apa yang sesuai dengan keinsyafan keadilan terbanyak daripada orang-orang yang ikut serta mencipta hukum. Dan dengan jumlah terbanyak itu dimaksudkan oleh KRABBE jumlah terbanyak mutlak. Dan ini berarti, kata KRABBE, bahwa undang-undang tidak mempunyai kekuatan mengikat lagi apabila isinya tidak sesuai lagi dengan keinsyafan keadilan jumlah terbanyak mutlak itu. Undang-undang semacam itu tidak mengikat lagi seorang warga. Sedang hakim dan pejabat umum lain harus tidak mempergunakannya lagi.
Akan tetapi seperti telah dikemukakan, hal ini tidak mungkin, berhubung pasal 20 Algemene Bepalingen van Wetgeving yang menetapkan bahwa seorang hakim harus memberi peradilan menurut undang-undang dan kecuali apa yang ditetapkan dalam pasal 11 Algemene Bepalingen van Wetgeving, hakim sekali-kali tidak boleh mempertimbangkan nilai batin atau adil tidak adilnya nilai undang-undang.
Dengan sendirinya bagi Prof. Mr. H. KRABBE pasal 20 Algemene Bepalingen van Wetgeving (A.B.) tidak merupakan hukum.
=== oOo ===
“DE STERKSTE STRUIKEN GROEIEN OP DE HARDSTF GROND”
Seperti telah diterangkan, menurut Prof. Mr. H. KRABBE, hukum tidak lain daripada apa yang sesuai dengan keinsyafan keadilan terbanyak pada orang-orang yang ikut serta mencipta hukum; dan bahwa dengan jumlah terbanyak dimaksudkan oleh KRABBE jumlah terbanyak mutlak. Bagi KRABBE ini berarti, suatu undang-undang tidak mempunyai kekuatan mengikat apabila isinya tidak sesuai dengan keinsyafan keadilan jumlah terbanyak mutlak itu. Dan undang-undang semacam ini tidak mengikat lagi seorang warga; dan hakim serta pejabat-pejabat umum lain harus tidak mempergunakan ketentuan-ketentuan undang-undang semacam itu. Tetapi seperti telah dikemukakan, ini tidak mungkin, berhubung dengan pasal 22 A. B. Pasal 22 A. B. itu menetapkan, bahwa seorang hakim harus memberi peradilan menurut undang-undang. Kecuali dalam hal yang ditetapkan dalam pasal 11 A. B., hakim sekali-kali tidak boleh mempertimbangkan nilai batin atau adil tidak adilnya suatu undang-undang. Tetapi bagi KRABBE pasal 22 A. B. tidak merupakan hukum.
Bagikan ini:
Most visitors also read :
BAB I: ISTILAH HUKUM PIDANA
SUMBER-SUMBER HUKUM (25)
SUMBER-SUMBER HUKUM (24)
SUMBER-SUMBER HUKUM (23)