FILSAFAT HUKUM (6)

September 21st, 2016

Tadi telah diterangkan bahwa pada Abad Pertengahan telah muncul teori yang baru yang berlainan daripada Teori Teokratis; teori baru itu berpendapat bahwa kekuasaan yang berkuasa (hukum) tidak bersumber pada kehendak Tuhan, tetapi pada kehendak rakyat. Tuhan, kata penganut-penganut teori baru telah memberi pada rakyat kekuasaan untuk mengangkat seorang penguasa; dan rakyat telah mempergunakan kekuasaan itu dengan mengadakan suatu perjanjian, dengan perjanjian mana rakyat tunduk pada seorang raja.

Apabila membaca ini ternyata, bahwa penganut-penganut teori baru tidak menentang Teori Teokratis untuk 100%. Akan tetapi pada abad ke-17 keadaan berubah sama sekali, dan timbul teori-teori yang mengajarkan bahwa baik negara maupun sebuah tata hukum didapat atas suatu perjanjian, dan perjanjian ini tidak merupakan suatu perjanjian seperti dikenal pada Abad Pertengahan, akan tetapi suatu perjanjian antara sesama orang dengan mana mereka membentuk suatu negara (jadi suatu tata hukum). Dan perjanjian-perjanjian ini dinamakan maatschappelijke verdragen (perjanjian-perjanjian kemasyarakatan). Dalam hal ini terutama perlu disebut buku dari JEAN JACQUES ROUSSEAU yaitu “Du Contrat Social”.

Sekarang Teori Perjanjian hampir tidak mempunyai penganut-penganut. Ini juga tidak mengherankan, karena teori ini adalah keliru. Umpamanya menurut Teori Perjanjian ini kita harus taat pada hukum dan yang berkuasa karena kita sendiri telah menghendaki. Apakah ini mungkin? Tidak mungkin! Karena tidak mungkin kewajiban seseorang tergantung pada kehendaknya, karena dalam hal demikian maka lenyaplah kewajiban itu. Lagi pula tidak mungkin kekuasaan mengikat dari hukum bersandar pada suatu perjanjian, oleh karena toch suatu perjanjian untuk dapat mengikat mempersangkakan adanya hukum.

Pada abad ke-19, yaitu abad Ilmu Alam, muncul suatu teori baru yang dinamakan Teori Kedaulatan Negara. Menurut teori ini kekuatan mengikat dari hukum berdasarkan atas kehendak negara; sedangkan terdapatnya kehendak negara itu berdasar atas suatu hukum alam, yaitu hukum yang berlaku di seluruh dunia, bahwa yang terkuat berkuasa atas yang lemah. Jadi menurut teori ini negara itu bukan bikinan manusia, tetapi tercipta oleh karena hukum itu tadi. Atau dengan kata-kata lain, negara itu merupakan hasil alam.

Yang menjadi pertanyaan: Apakah perbedaan antara Teori Kedaulatan Negara, Teori Teokratis dan Teori Perjanjian? Teori Kedaulatan Negara ini berlainan daripada teori-teori yang lain, tidak mencari suatu dasar pembenaran dan kekuasaan yang berkuasa. Ini tidak perlu, karena kekuasaan itu berdasar atas hukum alam. Walaupun demikian juga teori ini tidak mengenyampingkan Allah (Tuhan) untuk seluruhnya. Pada tingkat terakhir orang dapat menyerukan pada kehendak Tuhan sebagai pencipta hukum alam. Pengasah teori ini adalah LUDWIG VON HALLER, seorang ahli hukum bangsa Swiss beragama Katolik dalam bukunya “Restauration der Staatswissenschaft oder Theorie des Natürlichgesellschaftlichen Zustandes, des Chinüre des Kühstlichbürgerlichen Entgegengesetzt”. Pengasah lain juga ahli hukum terkemuka yaitu HANS KELSEN, umpamanya dalam bukunya “Hauptprobleme der Staatsrechtslehre” dan “Algemeine Staatslehre” yang mengatakan bahwa hukum adalah kehendak negara.



Most visitors also read :



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.