FILSAFAT HUKUM (5)

September 17th, 2016

Akan tetapi bagi Filsafat Hukum pasal 20 A.B. tidak memberi jawaban yang memuaskan. Karena apa tidak? Karena dengan demikian timbul suatu pertanyaan lain, yaitu dari mana yang berkuasa memperoleh hak untuk memaksakan pada orang-orang lain pendapat-pendapatnya sebagai perintah-perintah atau larangan-larangan? Dan apabila mempelajari sejarah soal ini, maka ternyata pada kita bahwa mula-mula berabad-abad lamanya orang berpendapat bahwa kekuasaan yang berkuasa bersumber pada kehendak Tuhan Yang Maha Esa. Ini dapat dibaca dalam salah satu kitab undang-undang yang tertua yang dikenal (4000 tahun yang lalu) yaitu dari Raja HAMMURABI, raja pertama dari seluruh Babilonia, dan juga surat-surat dan undang-undang yang ditemui di kota Suza pada tahun 1901, dan buku-buku dari para pengikut yang telah menyusun teori-teori yang satu berlainan daripada yang lain tetapi yang dasarnya sama. Dan teori-teori ini dinamakan Teori Teokratis. Pada zaman purbakala semua hukum merupakan hukum ketuhanan, atau dengan kata-kata lain: semua hukum berasal dari Tuhan. Sedang yang berkuasa di dunia tidak lain daripada pelaksana-pelaksana kehendak Tuhan.

Pada abad pertengahan muncullah suatu pendapat lain, yaitu yang mengajarkan bahwa kekuasaan yang berkuasa bersumber secara langsung pada kehendak rakyat dan secara tidak langsung pada Tuhan; dan orang mulai menyangkal adanya hubungan antara Hukum Alam dan kehendak Tuhan.

 

I S T I R A H A T

 

Pada zaman rasionalisme abad ke-18 orang berpendapat bahwa segala hukum bersumber pada kehendak rakyat. Hukum ketuhanan raja-raja tidak diakui lagi; dan hukum dalam Injil tidak mempunyai kekuatan hukum lagi. Tetapi ini tidak berarti bahwa ajaran terhadap hukum ketuhanan dari yang berkuasa dan ajaran tentang Tuhan sebagai sumber hukum mulai tidak mempunyai kekuatan. Ajaran itu masih mempunyai penganut di antara pengarang-pengarang Katolik dan Protestan. Dan juga dari abad ke-19 masih terdapat pembela terkemuka dari teori tersebut, yaitu FRIEDRICH JULIUS STAHL, tetapi yang menolak teori yang dinamakan Teori Teokratis. Lain daripada Teori Teokratis STAHL berpendapat, bahwa suatu negara tidak lain daripada suatu badan yang mempunyai kekuasaan dari Tuhan. Sedangkan pemegang-pemegang dari kekuasaan itu bukan pejabat-pejabat tertentu, tetapi negara itu sendiri sebagai suatu badan. Ini dapat dibaca dalam buku STAHL yang bernama “Die Philosophie des Rechts”. Hukum, kata STAHL, adalah ciptaan manusia; akan tetapi hukum itu adalah untuk mempertahankan tata dunia ketuhanan. STAHL menerangkat sebagai berikut: Dalam tata dunia ketuhanan terdapat prinsip-prinsip dan cita-cita yang dinamakan cita-cita hukum. Akan tetapi prinsip-prinsip dan cita-cita itu bukan merupakan hukum. Prinsip-prinsip dan cita-cita itu baru merupakan hukum apabila disusun dan dikerjakan dalam hukum positif.

Salah satu penganut terkemuka dari teori STAHL ialah GUILLAUME GROEN VAN PRINSTERER. VAN PRINSTERER menyebarkan ajaran STAHL dan dinamakan “Anti-revolutionnaire Staatsleer”. Inni dapat dibaca dalam buku-buku VAN PRINSTERER:

  1. Nederlandse Gedachten
  2. Verspreide Geschriften
  3. Grondwetsherziening en Eensgezindheid

 

(bersambung)



Most visitors also read :



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.