Akan tetapi, pada abad ke-5 Sebelum Masehi timbul suatu ajaran baru yaitu ajaran Sophistiek, yang mengemukakan bahwa tidak ada kebenaran-kebenaran mutlak; segala kebenaran adalah relatif. Apakah sesuatu adalah benar, tergantung daripada pendapat seorang tertentu dan dari keadaan-keadaan tertentu; dan oleh karena itu tidak ada hukum yang berlaku umum.
Untuk membela pendapat ini maka penganut-penganut pendapat ini mengemukakan, bahwa undang-undang itu sering berubah, dan bahwa hukum dan adat istiadat berbagai-bagai bangsa sering berlainan yang satu daripada yang lain. Tidak ada Hukum Alam dalam arti suatu hukum yang berlaku umum bebas dari kehendak manusia.
Akan tetapi tidak semua penganut-penganut dari ajaran ini berpendapat demikian: Antara mereka ada juga yang telah membela Hukum Alam. Pendapat ini ditentang oleh ARISTOTELES, murid dari PLATO, sedang PLATO sendiri adalah murid dari SOCRATES. Sayang tidak ada buku-buku yang ditulis oleh SOCRATES sendiri. Tentang SOCRATES kita hanya dapat mengetahui dari buku-buku PLATO dan XENOPHAN (seorang ahli sejarah dan ahli negara). Menurut PLATO dan SOCRATES, memang ada Hukum Alam; dan Hukum Alam ini mempunyai dasar keagamaan. ARISTOTELES mengemukakan, bahwa ada 2 macam hukum, yaitu:
Hukum yang berlaku karena ditentukan.
Hukum yang sudah memang merupakan hukum, bebas daripada apakah orang menganggapnya baik atau tidak baik.
ARISTOTELES mengakui, bahwa pendapat-pendapat orang tentang keadilan dan ketidakadilan adalah berlainan, sehingga seakan-akan tidak ada Hukum Alam. Akan tetapi, kata ARISTOTELES, ini tidak benar. Memang ada Hukum Alam, dan Hukum Alam itu adalah hukum yang normal, yaitu sebagian daripada hukum yang betul tidak selalu dan di mana-mana terdapat, akan tetapi biasanya tetap ada dan di mana-mana ditemui secara sama.
Akan tetapi, kata ARISTOTELES, Hukum Alam ini tidak berlaku mutlak. Hukum Alam hanya berlaku mutlak apabila sumber Hukum Alam itu adalah Tuhan. Akan tetapi tidak demikian halnya. Betul, kata ARISTOTELES, Hukum Alam itu dapat berubah, akan tetapi ini disebabkan karena ketidaksempurnaan manusia. Walaupun demikian, dalam Hukum Alam itu terdapat suatu kekuatan yang selalu dan di mana-mana saja dapat dirasai. Pendapat ARISTOTELES ini diutarakan dalam bukunya yang bernama “Ethica Nicomachea” dan “Rethorica”.
Suatu ajaran lain yang harus disebut yaitu yang ditemui pada ahli-ahli Filsafat Hukum Yunani, yaitu penganut-penganut filsafat Stoa, seperti umpamanya ahli filsafat ZENO. Stoa tidak lain daripada suatu “zuilenhal” dan tempat itu seperti galerij dan di mana terdapat zuilen. Dan ZENO mengajar murid-muridnya di situ; dan karena itu ajarannya dinamakan Stoa.
Menurut ajaran Stoa, Hukum Alam mempunyai dasar keagamaan. Pangkal haluan mereka ialah, bahwa seluruh dunia dan semua kejadian-kejadian di dunia dipimpin dan ditentukan oleh suatu undang-undang abadi. Dan undang-undang abadi ini tidak lain daripada pekerti Ketuhanan. Dan kelanjutan dari undang-undang abadi itu adalah undang-undang alam kesusilaan., dalam mana termasuk kaidah-kaidah kesusilaan dan hukum.
Ajaran ini disebarkan antara antara bangsa Romawi oleh seorang ahli negara dan pemikir terbesar tentang negara dan hukum antara pemikir-pemikir bangsa Romawi, yaitu CICERO. Dalam bukunya “De Republica” CICERO memberi suatu definisi untuk Hukum Alam. Dan dalam bukunya yang lain yang bernama “De Legibus” ia membicarakan hubungan antara Hukum Alam dan hukum positif. Dan kemudian ia mengemukakan sebagai berikut:
FILSAFAT HUKUM (13)
Akan tetapi, pada abad ke-5 Sebelum Masehi timbul suatu ajaran baru yaitu ajaran Sophistiek, yang mengemukakan bahwa tidak ada kebenaran-kebenaran mutlak; segala kebenaran adalah relatif. Apakah sesuatu adalah benar, tergantung daripada pendapat seorang tertentu dan dari keadaan-keadaan tertentu; dan oleh karena itu tidak ada hukum yang berlaku umum.
Untuk membela pendapat ini maka penganut-penganut pendapat ini mengemukakan, bahwa undang-undang itu sering berubah, dan bahwa hukum dan adat istiadat berbagai-bagai bangsa sering berlainan yang satu daripada yang lain. Tidak ada Hukum Alam dalam arti suatu hukum yang berlaku umum bebas dari kehendak manusia.
Akan tetapi tidak semua penganut-penganut dari ajaran ini berpendapat demikian: Antara mereka ada juga yang telah membela Hukum Alam. Pendapat ini ditentang oleh ARISTOTELES, murid dari PLATO, sedang PLATO sendiri adalah murid dari SOCRATES. Sayang tidak ada buku-buku yang ditulis oleh SOCRATES sendiri. Tentang SOCRATES kita hanya dapat mengetahui dari buku-buku PLATO dan XENOPHAN (seorang ahli sejarah dan ahli negara). Menurut PLATO dan SOCRATES, memang ada Hukum Alam; dan Hukum Alam ini mempunyai dasar keagamaan. ARISTOTELES mengemukakan, bahwa ada 2 macam hukum, yaitu:
ARISTOTELES mengakui, bahwa pendapat-pendapat orang tentang keadilan dan ketidakadilan adalah berlainan, sehingga seakan-akan tidak ada Hukum Alam. Akan tetapi, kata ARISTOTELES, ini tidak benar. Memang ada Hukum Alam, dan Hukum Alam itu adalah hukum yang normal, yaitu sebagian daripada hukum yang betul tidak selalu dan di mana-mana terdapat, akan tetapi biasanya tetap ada dan di mana-mana ditemui secara sama.
Akan tetapi, kata ARISTOTELES, Hukum Alam ini tidak berlaku mutlak. Hukum Alam hanya berlaku mutlak apabila sumber Hukum Alam itu adalah Tuhan. Akan tetapi tidak demikian halnya. Betul, kata ARISTOTELES, Hukum Alam itu dapat berubah, akan tetapi ini disebabkan karena ketidaksempurnaan manusia. Walaupun demikian, dalam Hukum Alam itu terdapat suatu kekuatan yang selalu dan di mana-mana saja dapat dirasai. Pendapat ARISTOTELES ini diutarakan dalam bukunya yang bernama “Ethica Nicomachea” dan “Rethorica”.
Suatu ajaran lain yang harus disebut yaitu yang ditemui pada ahli-ahli Filsafat Hukum Yunani, yaitu penganut-penganut filsafat Stoa, seperti umpamanya ahli filsafat ZENO. Stoa tidak lain daripada suatu “zuilenhal” dan tempat itu seperti galerij dan di mana terdapat zuilen. Dan ZENO mengajar murid-muridnya di situ; dan karena itu ajarannya dinamakan Stoa.
Menurut ajaran Stoa, Hukum Alam mempunyai dasar keagamaan. Pangkal haluan mereka ialah, bahwa seluruh dunia dan semua kejadian-kejadian di dunia dipimpin dan ditentukan oleh suatu undang-undang abadi. Dan undang-undang abadi ini tidak lain daripada pekerti Ketuhanan. Dan kelanjutan dari undang-undang abadi itu adalah undang-undang alam kesusilaan., dalam mana termasuk kaidah-kaidah kesusilaan dan hukum.
Ajaran ini disebarkan antara antara bangsa Romawi oleh seorang ahli negara dan pemikir terbesar tentang negara dan hukum antara pemikir-pemikir bangsa Romawi, yaitu CICERO. Dalam bukunya “De Republica” CICERO memberi suatu definisi untuk Hukum Alam. Dan dalam bukunya yang lain yang bernama “De Legibus” ia membicarakan hubungan antara Hukum Alam dan hukum positif. Dan kemudian ia mengemukakan sebagai berikut:
(bersambung)
Bagikan ini:
Most visitors also read :
BAB I: ISTILAH HUKUM PIDANA
SUMBER-SUMBER HUKUM (25)
SUMBER-SUMBER HUKUM (24)
SUMBER-SUMBER HUKUM (23)