Prof. Mr. Lie Oen Hock memberi kuliah “Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Tata Hukum Indonesia”. Dan apabila para mahasiswa mengikuti kuliah-kuliah ini mungkin timbul pertanyaan: “Apakah hukum itu?” Apakah saudara dapat memberi definisi hukum? Pada kurang lebih 5 hari yang lalu ada 16 “plonco” dan “plonci” yang datang ke rumah Prof. Mr. Lie Oen Hock dan ditanya: “Apakah hukum itu?” Pada ketika itu ada banyak definisi hukum diberikan. Dan memang ada banyak definisi hukum.
IMMANUEL KANT menerangkan, bahwa sampai saat ini para ahli hukum masih mencari definisi hukum. Dan apa yang dikatakan KANT masih berlaku. Juga ahli filsafat hukum masih mencari definisi hukum. Tetapi bila dicari definisinya, satu sama lain berlain-lainan. Di sini hanya akan disebutkan satu-dua contoh.
Umpamanya seorang ahli hukum bangsa Jerman, RUDOLF VON JHERING, dalam bukunya “Der Zweck im Recht” memberi definisi sebagai berikut: “Hukum adalah keseluruhan kaidah-kaidah yang memaksa yang berlaku dalam suatu negara.”
Mr. J. VAN KAN (seorang guru besar di Indonesia di Rechte-Hogeschool dulu) memberi suatu definisi dalam bukunya “Inleiding tot de Rechtswetenschap” sebagai berikut: “Hukum adalah keseluruhan ketentuan-ketentuan kehidupan yang bersifat memaksa yang melindungi kepentingan-kepentingan orang dalam masyarakat.”
Dr. HANS KELSEN (seorang ahli hukum terkenal) dalam bukunya “Reine Rechtslehre” menerangkan, bahwa hukum terdiri dari kaidah-kaidah menurut mana orang harus berlaku.
Ketua Mahkamah Agung, Mr. WIRJONO PRODJODIKORO, dalam bukunya “Asas-asas Hukum Perjanjian” memberi suatu definisi sebagai berikut: “Hukum adalah rangkaian peraturan-peraturan mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota suatu masyarakat dan bertujuan mengadakan tata tertib di antara anggota-anggota masyarakat itu.”
Dari definisi-definisi yang dikemukakan tadi terang bahwa definisi yang satu tidak sama dengan yang lain. Pertama-tama apabila hendak memberi definisi untuk suatu istilah harus bertanya pada diri sendiri: “Apakah itu definisi?”
Ternyata bahwa definisi itu ada 2 macam, yaitu:
Definisi bebas
Definisi interpretatif
Dan demikian kita harus menetapkan apakah itu definisi bebas dan apakah itu definisi interpretatif.
Definisi bebas adalah suatu definisi dengan mana seorang pembicara atau pengarang menunjukkan sesuatu arti yang ia sendiri ingin berikan pada sesuatu istilah.
Sedangkan definisi interpretatif adalah suatu definisi dalam mana seorang pembicara atau pengarang menetapkan (menentukan) apakah agaknya arti sesuatu istilah bagi orang-orang lain.
Seorang ahli filsafat bangsa Jerman yaitu C. VON SIGWART dalam bukunya “Logik” memberi definisi untuk definisi sebagai berikut: “Suatu definisi adalah suatu pendapat dalam mana dikemukakan arti suatu istilah yang menunjukkan suatu pengertian.”
Seorang sarjana lain, juga bangsa Jerman, yaitu EUBERWEG, juga dalam buku yang sama namanya, “Logik”, menerangkan sebagai berikut: “Suatu definisi adalah suatu penunjukan yang lengkap dan teratur dari isinya suatu pengertian.”
Sedangkan seorang ahli hukum bangsa Belanda yang sangat terkenal yaitu Prof. Mr. E. M. MEIJERS, menerangkan sebagai berikut: “Suatu definisi adalah suatu pendapat dalam mana dirumuskan suatu pengertian dan lagi pula ditunjukkan namanya.”
Dari uraian di atas, terang bahwa tidak mungkin diberikan definisi hukum yang lengkap. Ini tidak mungkin karena, seperti dengan tepat telah dikemukakan oleh Prof. Mr. W. L. G. LEMAIRE, hukum itu meliputi suatu bidang yang sangat luas dan bila seorang ahli filsafat hukum akan memberikan definisi untuk hukum, maka akan lain dengan bila yang memberikan seorang ahli sejarah atau seorang ahli hukum yang satu dengan yang lain dengan sendirinya berlainan. Apakah ini berarti karena tidak dapat diberi definisi yang lengkap untuk hukum, lalu tidak perlu definisi hukum? Perlu! Seorang pembicara atau pengarang perlu memberi definisi untuk hukum. Karena dengan demikian pembacanya akan tahu apakah yang dimaksudkan oleh si pembicara untuk selanjutnya apabila ia mempergunakan istilah hukum itu.
Karena apabila kita memperhatikan keadaan dalam masyarakat, apa yang dianggap sebagai hukum sebelum saudara-saudara mengikuti kuliah di sini atau sebelum duduk di Sekolah Menengah Atas, tentu berlainan daripada sekarang. Beberapa hari yang lalu Prof. Mr. Lie Oen Hock naik mobil dari Pengadilan Negeri dan pergi ke Senen. Pada suatu tempat ada tanda polisi yang menyatakan dilarang masuk (yaitu lingkaran merah dengan setrip putih di tengahnya). Tetapi sopir dari Prof. Mr. Lie Oen Hock itu toch masuk. Sopir itu sopir Pengadilan Negeri! Lalu ditegur oleh Prof. Mr. Lie Oen Hock, mengapa terus, toch tidak boleh?? Jawabnya, karena tidak ada polisi. Terang jadi, bagi sopir itu hukum itu sama dengan polisi.
Suatu soal yang terang yaitu apa yang terjadi di pengadilan-pengadilan. Apabila ditanya pada orang biasa di pengadilan, maka ia selalu menunjuk pada jaksa. Bagi mereka jaksa itu sama dengan hukum, karena jaksa yang seringkali dan banyak sekali berbicara. Jadi hakim untuk orang biasa tidak ada; yang ada jaksa karena dia yang menuntut.
Ada kejadian lain: Pada suatu hari Prof. Mr. Lie Oen Hock sebagai hakim pergi ke suatu resepsi, dan di sana banyak orang. Seorang tamu berkata pada temannya: “Daar komt het recht!” Jadi hukum disamakan dengan hakim.
Jadi terang hukum itu mempunyai banyak sekali arti; harus dilihat siapa yang memberi definisi hukum.
DEFINISI HUKUM
Prof. Mr. Lie Oen Hock memberi kuliah “Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Tata Hukum Indonesia”. Dan apabila para mahasiswa mengikuti kuliah-kuliah ini mungkin timbul pertanyaan: “Apakah hukum itu?” Apakah saudara dapat memberi definisi hukum? Pada kurang lebih 5 hari yang lalu ada 16 “plonco” dan “plonci” yang datang ke rumah Prof. Mr. Lie Oen Hock dan ditanya: “Apakah hukum itu?” Pada ketika itu ada banyak definisi hukum diberikan. Dan memang ada banyak definisi hukum.
IMMANUEL KANT menerangkan, bahwa sampai saat ini para ahli hukum masih mencari definisi hukum. Dan apa yang dikatakan KANT masih berlaku. Juga ahli filsafat hukum masih mencari definisi hukum. Tetapi bila dicari definisinya, satu sama lain berlain-lainan. Di sini hanya akan disebutkan satu-dua contoh.
Dari definisi-definisi yang dikemukakan tadi terang bahwa definisi yang satu tidak sama dengan yang lain. Pertama-tama apabila hendak memberi definisi untuk suatu istilah harus bertanya pada diri sendiri: “Apakah itu definisi?”
Ternyata bahwa definisi itu ada 2 macam, yaitu:
Dan demikian kita harus menetapkan apakah itu definisi bebas dan apakah itu definisi interpretatif.
Definisi bebas adalah suatu definisi dengan mana seorang pembicara atau pengarang menunjukkan sesuatu arti yang ia sendiri ingin berikan pada sesuatu istilah.
Sedangkan definisi interpretatif adalah suatu definisi dalam mana seorang pembicara atau pengarang menetapkan (menentukan) apakah agaknya arti sesuatu istilah bagi orang-orang lain.
Seorang ahli filsafat bangsa Jerman yaitu C. VON SIGWART dalam bukunya “Logik” memberi definisi untuk definisi sebagai berikut: “Suatu definisi adalah suatu pendapat dalam mana dikemukakan arti suatu istilah yang menunjukkan suatu pengertian.”
Seorang sarjana lain, juga bangsa Jerman, yaitu EUBERWEG, juga dalam buku yang sama namanya, “Logik”, menerangkan sebagai berikut: “Suatu definisi adalah suatu penunjukan yang lengkap dan teratur dari isinya suatu pengertian.”
Sedangkan seorang ahli hukum bangsa Belanda yang sangat terkenal yaitu Prof. Mr. E. M. MEIJERS, menerangkan sebagai berikut: “Suatu definisi adalah suatu pendapat dalam mana dirumuskan suatu pengertian dan lagi pula ditunjukkan namanya.”
Dari uraian di atas, terang bahwa tidak mungkin diberikan definisi hukum yang lengkap. Ini tidak mungkin karena, seperti dengan tepat telah dikemukakan oleh Prof. Mr. W. L. G. LEMAIRE, hukum itu meliputi suatu bidang yang sangat luas dan bila seorang ahli filsafat hukum akan memberikan definisi untuk hukum, maka akan lain dengan bila yang memberikan seorang ahli sejarah atau seorang ahli hukum yang satu dengan yang lain dengan sendirinya berlainan. Apakah ini berarti karena tidak dapat diberi definisi yang lengkap untuk hukum, lalu tidak perlu definisi hukum? Perlu! Seorang pembicara atau pengarang perlu memberi definisi untuk hukum. Karena dengan demikian pembacanya akan tahu apakah yang dimaksudkan oleh si pembicara untuk selanjutnya apabila ia mempergunakan istilah hukum itu.
Karena apabila kita memperhatikan keadaan dalam masyarakat, apa yang dianggap sebagai hukum sebelum saudara-saudara mengikuti kuliah di sini atau sebelum duduk di Sekolah Menengah Atas, tentu berlainan daripada sekarang. Beberapa hari yang lalu Prof. Mr. Lie Oen Hock naik mobil dari Pengadilan Negeri dan pergi ke Senen. Pada suatu tempat ada tanda polisi yang menyatakan dilarang masuk (yaitu lingkaran merah dengan setrip putih di tengahnya). Tetapi sopir dari Prof. Mr. Lie Oen Hock itu toch masuk. Sopir itu sopir Pengadilan Negeri! Lalu ditegur oleh Prof. Mr. Lie Oen Hock, mengapa terus, toch tidak boleh?? Jawabnya, karena tidak ada polisi. Terang jadi, bagi sopir itu hukum itu sama dengan polisi.
Suatu soal yang terang yaitu apa yang terjadi di pengadilan-pengadilan. Apabila ditanya pada orang biasa di pengadilan, maka ia selalu menunjuk pada jaksa. Bagi mereka jaksa itu sama dengan hukum, karena jaksa yang seringkali dan banyak sekali berbicara. Jadi hakim untuk orang biasa tidak ada; yang ada jaksa karena dia yang menuntut.
Ada kejadian lain: Pada suatu hari Prof. Mr. Lie Oen Hock sebagai hakim pergi ke suatu resepsi, dan di sana banyak orang. Seorang tamu berkata pada temannya: “Daar komt het recht!” Jadi hukum disamakan dengan hakim.
Jadi terang hukum itu mempunyai banyak sekali arti; harus dilihat siapa yang memberi definisi hukum.
Bagikan ini:
Most visitors also read :
BAB I: ISTILAH HUKUM PIDANA
SUMBER-SUMBER HUKUM (25)
SUMBER-SUMBER HUKUM (24)
SUMBER-SUMBER HUKUM (23)