Di post yang lalu, kita mengetahui bahwa untuk menggunakan statistik t dalam uji hipotesis satu-sampel rata-rata, sampel harus berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Karena itu, untuk menerapkan uji tersebut, biasanya kita melakukan “pengujian normalitas”. Dalam uji ini, kita memeriksa apakah sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
WHITE SPACE
Secara garis besar, terdapat dua cara untuk mengetahuinya, yaitu secara visual dan dengan uji formal. Cara visual dapat dilakukan di antaranya dengan menggambar histogram dan normal P-P plot. Uji formal dilakukan dengan melakukan uji-uji statistik seperti uji Shapiro-Wilk dan uji Kolmogorov-Smirnov.
WHITE SPACE
Mari kita lihat bagaimana bentuk tipikal histogram dan normal P-P plot dari sampel yang berasal dari populasi berdistribusi normal.
Gambar1
Gambar 1 memperlihatkan histogram yang bentuknya menyerupai kurva normal. Perbandingan bentuk histogram di atas dengan kurva normal dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2
Jika histogram data sampel mirip dengan kurva normal, kita dapat menduga bahwa sampel tersebut berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Untuk memberikan kesimpulan yang lebih baik, kita perlu melihat normal P-P plot dari data tersebut.
Gambar 3
Gambar 3 menampilkan normal P-P plot data di atas. Seperti dapat kita lihat pada gambar itu, cukup banyak titik sampel yang terletak pada garis diagonal. Sampel yang berasal dari populasi yang berdistribusi normal mengakibatkan normal P-P plot menunjukkan sebaran titik di sekitar garis diagonal. Secara umum, apabila banyak titik sampel berada di garis diagonal atau banyak titik yang nyaris menyentuh garis diagonal, itu merupakan suatu “pertanda baik” bahwa sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Namun, hati-hati apabila di sekitar garis diagonal titik-titik sampel membentuk pola mirip huruf S atau S terbalik, cukup besar kemungkinan populasi asal sampel tidak berdistribusi normal.
Gambar 4
Gambar 4 adalah diagram box and whisker untuk data tersebut. Dari kenyataan bahwa garis median berada di tengah-tengah kotak/box dan bahwa kedua whisker memiliki panjang yang hampir sama memperkuat kemungkinan bahwa populasi asal berdistribusi normal. Satu-satunya yang membuat ragu adalah adanya pencilan (outlier) di atas whisker atas dan di bawah whisker bawah. Idealnya, tidak ada pencilan dalam diagram tersebut. Untuk lebih memastikan kesimpulan yang kita buat, pemeriksaan dilanjutkan dengan uji-uji formal.
WHITE SPACE
Selain dengan cara visual, pengujian normalitas dapat juga dilakukan dengan uji-uji formal seperti uji Kolmogorov-Smirnov dan uji Shapiro-Wilk. Berikut ini adalah output SPSS yang menampilkan hasil kedua uji tersebut.
Dalam kedua uji tersebut, hipotesis nolnya adalah “populasi berdistribusi normal”. Dari tabel di atas, diperoleh nilai statistik uji D(200) = 0,055 dengan nilai-p = 0,200. Karena nilai-p > 0,05 kita tidak menolak hipotesis nol tersebut. Hasil sampling tidak mendukung pernyataan bahwa populasi tidak berdistribusi normal. Dari tabel ini juga diperoleh nilai statistik uji W = 0,995 dengan nilai-p = 0,747. Karena nilai-p > 0,05 kita tidak menolak hipotesis nol tersebut. Tidak cukup bukti untuk menolak bahwa populasi asal sampel berdistribusi normal.
WHITE SPACE
Dari berbagai pemeriksaan yang telah dilakukan di atas, cukup besar kemungkinannya bahwa sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Apalagi dengan ukuran sampel yang lebih dari 50, uji-uji formal di atas memiliki power yang cukup besar untuk menyimpulkan penyimpangan dari normalitas (signifikan) seandainya memang populasi asalnya tidak berdistribusi normal. Dengan ukuran sampel sebesar itu, kedua uji ternyata tidak mampu untuk menyanggah hipotesis nol bahwa populasi berdistribusi normal. Jadi, kedua uji formal lebih cenderung mendukung kesimpulan berdasarkan cara visual.
WHITE SPACE
Berikut adalah catatan atau panduan untuk memeriksa apakah sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
WHITE SPACE
Tentang kepastian kebenaran kesimpulan
Tidak ada satu pun macam uji normalitas yang dapat menyimpulkan dengan kepastian benar 100% bahwa sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Walaupun misalnya cara visual dan cara formal menyimpulkan bahwa populasi asal sampel berdistribusi normal, tetap ada peluang salah dalam penyimpulan ini.
WHITE SPACE
Tentang pemilihan cara
Sebaiknya kita tidak mengandalkan salah satu di antara cara visual dan cara formal. Biarkan keduanya saling melengkapi tetapi dengan mempertimbangkan catatan penting terkait penyimpulannya. (Baca uraian selanjutnya tentang ukuran sampel.) Jika cara visual dan cara formal menyarankan hal yang sama maka kita bisa cukup yakin atas keputusan yang dibuat. Tetapi apabila keduanya menyarankan hal berbeda, kita dapat mempertimbangkan ukuran sampel. Andy Field, dalam bukunya yang berjudul Discovering Statistics Using IBM SPSS Statistics edisi ke-5 tahun 2018, bahkan menyatakan: “Jika sampel Anda besar maka jangan gunakan uji signifikansi normalitas, bahkan jangan terlalu khawatir tentang normalitas sama sekali. Dalam sampel kecil, perhatikan apakah pengujian signifikansi Anda signifikan, tetapi jangan sampai terbuai oleh rasa aman yang salah jika pengujian tersebut tidak signifikan.” Pendapat ini cukup ekstrim. Cara lain yang tidak begitu ekstrim adalah dengan pemberian bobot perhatian yang berbeda dalam membuat kesimpulan. Sebagai contoh, apabila sampelnya banyak, perhatian kita lebih banyak diberikan pada cara visual tetapi memikirkan juga “saran” uji formal dalam menyimpulkan; apabila sampelnya sedikit lakukan uji formal. Jika hasil uji itu signifikan maka cara visual lebih optional. Tetapi apabila hasil uji ini tidak signifikan, ingat “nasihat” Field di atas untuk ‘tidak terbuai dari rasa aman yang salah’. Jika ini terjadi maka cara visual menjadi wajib dalam memberikan putusan akhir apakah hipotesis nol ditolak. (Ingat, hipotesis nolnya adalah bahwa populasi berdistribusi normal.)
WHITE SPACE
Tentang ukuran sampel
Ukuran sampel tidak boleh terlalu besar dan tidak boleh terlalu kecil. Uji-uji formal kurang mampu mendeteksi adanya penyimpangan dari distribusi normal apabila sampel terlalu sedikit. Di lain pihak, uji-uji tersebut terlalu sensitif mendeteksi penyimpangan tersebut sehingga bisa terjadi uji tersebut menyimpulkan penyimpangan dari distribusi normal padahal sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Berikut beberapa pendapat terkait ukuran sampel. 1) “Uji Shapiro-Wilk lebih sesuai untuk ukuran sampel kecil (<50 sampel), tetapi juga dapat menangani ukuran sampel hingga 2000.” (Sumber: https://statistics.laerd.com/spss-tutorials/testing-for-normality-using-spss-statistics.php). 2) “Kami menggunakan uji Shapiro-Wilk ketika kami memiliki ukuran sampel kecil (N < 50) dan uji Kolmogorov-Smirnov ketika kami memiliki ukuran sampel besar (N > 50).” (Sumber: https://www.onlinespss.com/how-to-run-normality-test-in-spss/). 3) “Uji Shapiro–Wilk merupakan metode yang lebih tepat untuk ukuran sampel kecil (<50 sampel) meskipun dapat juga digunakan pada ukuran sampel yang lebih besar, sedangkan uji Kolmogorov–Smirnov digunakan untuk n ≥ 50.” (Sumber: https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6350423/).
WHITE SPACE
Demikian perkenalan dengan uji normalitas. Pembahasan yang lebih mendalam mengenai ini akan diuraikan di artikel lainnya di website ini.
BERKENALAN DENGAN UJI NORMALITAS
Bagikan ini:
Most visitors also read :
KOEFISIEN KORELASI SPEARMAN’S RHO
KOEFISIEN KORELASI CRAMER’S V
BEBERAPA CONTOH PELAKSANAAN UJI NORMALITAS
VARIABEL ACAK DALAM AKTIVITAS LOGISTIK